Sabtu, 17 Maret 2012

[One-shot] 7 years of love


Author : Elfishysparkyu


Genre : Romance 


Cast     : Lee Donghae x Im Yoona x Cho Kyuhyun x Tiffany Hwang

Length : oneshoot,

Title : 7 years of love

Note : Judulnya pasaran banget yah? Hehe, ff udah jadi tapi bingung nentuin judul. Ya udah asal comot aja itu lagunya si Gaemgyu meskipun yakin ada bejibun fanfic dengan judul yang sama. Happy reading aja deh. Maklumi kalau isinya juga pasaran.


7 years of love

Kau dan aku tercipta untuk saling melengkapi, bukan untuk saling membenci.
Kenapa tanpa sadar kita justru saling menyakiti?

“Semakin lama aku semakin tidak mengenalmu. Kau bukan seperti Im Yoona yang dulu kukenal.”

“Aku rasa juga begitu. Kau dan aku hanya dua orang asing yang kebetulan pernah saling mencintai.”

“Mwo?”

Donghae berdecak tak percaya. Kebetulan katanya? Yoona sungguh keterlaluan. Mantan pacarnya itu mengatakannya dengan begitu enteng. Benar-benar tidak punya perasaan.

“Bagaimana kabarmu?” ia memilih lebih melunak. Mencari topik pembicaraan lain mungkin lebih baik.

“Aku baik.” jawab Yoona singkat. Ia masih asyik menikmati makan siangnya.


Sementara Donghae justru belum menyentuh makanannya sama sekali. Makan siang bersama mantan pacar setelah dua tahun tidak bertemu malah membuatnya tak berselera. Ia lebih tertarik pada hal lain, gadis di depannya itu.

“Kau tidak menanyakan kabarku?” tanyanya.

“Aku lihat kau baik-baik saja.” kini Yoona mulai menyeruput orange jus miliknya.

Gadis itu terus saja bersikap acuh. Donghae sedikit frustasi dibuatnya.

“Aku masih belum percaya kau kembali setelah dua tahun berlalu. Lebih tidak menyangka lagi ternyata sekarang kita bertetangga.”

“Itu juga kebetulan. Aku tidak tahu kenapa appa memutuskan membeli rumah tepat di depan rumahmu. Jadi jangan pernah berpikir kalau aku masih berharap padamu.”

Donghae mengekeh pelan. Percaya diri sekali gadis itu. “Sekarang kita bisa mulai jadi teman baik.” tawarnya.

“Boleh. Aku harus pergi sekarang. Kau yang mentraktirku kan Donghae-ah?” Yoona lebih dulu tersenyum manis sebelum menenteng tasnya dan melenggang pergi dengan riang.

Donghae terus berdecak heran. Tadi Yoona memanggilnya apa? Donghae-ah? Hei, kemana panggilan oppa yang dulu tersemat untuknya?

Berkali-kali ia pikir pun rasanya semakin tidak masuk akal. Aish, kenapa ia harus segusar ini saat Yoona tidak lagi memanggilnya oppa?

 
* * * * *

Aku mengingatmu bukan berarti mengenangmu.
Aku mimpikanmu bukan berarti kau khayalanku.
Percayalah, kau pasti akan kugapai lagi dalam kehidupan nyataku.


Donghae tampak sibuk menekuri buku di tangannya. Duduk seorang diri di kursi kayu taman kecil rumahnya. Saat sebuah audy hitam perlahan terhenti tepat di depan rumah Yoona.

Yoona terlihat keluar dari mobil itu bersama seorang namja. Siapa? Tiba-tiba Donghae merasa sangat ingin tahu. Ia terus memicingkan matanya penasaran.

Keingintahuannya itu membuatnya bertingkah konyol. Ia lekas mengendap-ngendap lalu bersembunyi di balik pagar agar bisa melihat lebih dekat.

Namja itu ikut masuk ke rumah Yoona. Siapa? Ada hubungan apa dengan Yoona? Apa ia kekasihnya? Heh? Jadi Yoona sudah punya kekasih? Donghae terus ricuh menerka-nerka sendiri.

“Donghae oppa, apa yang kau lakukan?”

Donghae terhenyak kaget saat tiba-tiba Tiffany menepuk pundaknya.

“Fany-ah, kenapa kau bisa ada di sini?”

“Kau lihat apa Donghae oppa?” Tiffany ikut celingukan. Ia penasaran karena tingkah Donghae begitu aneh.

“Tidak apa-apa.” tergesa Donghae menarik lengan Tiffany agar gadis itu tidak bertanya lagi. Ia terus menyeret Tiffany menuju rumahnya.

“Donghae oppa, aku ingin mengajakmu pergi jalan-jalan.”

“Aku sedang sibuk.”

“Sibuk apa? Sejak tadi kau terlihat seperti orang tidak punya kerjaan.”

“Aku sedang malas keluar.”

Donghae memilih kembali melanjutkan aktifitas membacanya. Kali ini di teras rumah. Sambil sesekali masih mencuri pandang ke arah rumah Yoona.

Jelas saja itu membuat Tiffany mendesah kecewa. Ia jadi merasa bosan karena Donghae terus mengabaikannya.


Bagaimanapun, perhatian Donghae sebenarnya tengah tertuju ke tempat lain. Buru-buru ia menutup buku di tangannya saat terlihat Yoona mengantar namja tadi keluar. Sepertinya ia akan pulang. Masih sempat Yoona melambai manis pada namja itu saat mobilnya melaju pergi. Apa mereka memang punya hubungan istimewa?
Tunggu, kenapa Yoona sekarang justru melangkah ke rumahnya sambil menenteng kantong plastik? Entah apa yang dibawa gadis itu. Donghae kelimpungan sendiri saat Yoona semakin mendekat.

“Wae?” heran Yoona, sadar Donghae terus menatapnya aneh.

“Kau mau apa?”

“Mau memasak bersama eomma.” Yoona menunjuk tas plastik di tangannya. “Aku punya daging sapi dan mau memasaknya di sini.” lanjutnya terus melangkah riang. “Annyeong Fany-ah.” masih sempat ia lebih dulu menyapa Tiffany.

Donghae semakin terheran-heran. Ada apa dengan gadis itu? Bisa-bisanya masih memanggil eomma pada ibunya dengan begitu lugas.

Sementara Tiffany agak risih dan kesal sendiri. Ini baru kali kedua ia bertemu Yoona. Dan gadis itu menyapanya begitu akrab seakan mereka telah kenal lama. Ditambah lagi Yoona ternyata dekat dengan nyonya Lee bahkan sampai memanggilnya eomma. Padahal ia yang terus berusaha mendekati wanita yang melahirkan Donghae itu. Tapi hasilnya nihil, ia dan nyonya Lee tetap tidak akrab sampai sekarang. Memenangkan hati ibu dan anak ternyata sama sulitnya.


* * * * *

“Cho Kyuhyun?”

Nyonya Lee terbahak setelah mendengar satu nama itu. “Dia kekasihmu?”

Yoona lekas menggeleng. “Anio, kami hanya teman. Dia tetanggaku saat di Jinan. Lalu saat aku kembali ke Seoul tidak tahunya dia juga pindah ke Seoul.”

“Sepertinya dia sengaja mengikutimu.”

“Itu tidak mungkin eomma.” sangkal Yoona yakin. Tapi kemudian ia ragu sendiri. “Bagaimana kalau itu benar?”

Lagi-lagi nyonya Lee tertawa pada sikap plin plan Yoona itu. “Apa kau menyukainya? Dari yang kau ceritakan sepertinya dia menyukaimu?”

“Dia teman yang baik, hanya itu.”

“Yah, kurasa dia belum memenangkan hatimu.” goda nyonya Lee.

“Ne, tidak mudah mengambil hati seorang Im Yoona.” Yoona ikut menanggapinya dengan bercanda.


Ia senang bisa berbagi cerita pada nyonya Lee. Ia memang sangat dekat dengan wanita itu sejak ia dan Donghae masih berpacaran. Kenyataan bahwa ia tidak punya ibu dan Donghae tidak punya ayah, itulah yang membuat mereka saling melengkapi kekosongan masing-masing. Yoona lekas menepis pikiran akan masa lalunya itu.

“Eomma, apa Tiffany-ssi kekasih Donghae oppa?” tanyanya.

“Tidak, tapi gadis itu memang menyukai Donghae.”

Lalu mengalunkan cerita nyonya Lee akan sosok Tiffany. Bukan hanya itu, mereka terus saja bercerita akan banyak hal. Layaknya seorang ibu pada anak perempuannya.

Itulah yang Donghae tangkap. Sejak tadi ia terus menguping pembicaraan Yoona dan ibunya. Ia pura-pura asyik menonton televisi padahal pandangannya tidak fokus di sana.

Kadang ia mengulum senyumnya, kadang ia memanyunkan bibirnya. Apalagi saat menemukan satu nama, Cho Kyuhyun. Apa ia namja yang mengantar Yoona tadi? Sepertinya begitu.


* * * * *

“Mianhae, aku tidak bisa main catur. Aku hanya bisa main starcraft.” sesal Kyuhyun. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sungguh memalukan ia harus mengatakan ini di depan ayahnya Yoona.

Dalam hati Donghae tertawa puas. Ialah yang sejak tadi menjadi lawan main catur tuan Im. Sekarang ia bisa sedikit sombong.

“Tak apa Kyuhyun oppa, kau mengobrol denganku saja. Catur hanya permainan kakek-kakek.” cibir Yoona.

Tentu saja Donghae merasa tersindir. Sekilas ia sempat melirik Yoona tajam.

Kyuhyun tersenyum kecil. “Bagaimana? Apa kau sudah memperoleh pekerjaan yang kau inginkan?”

“Ne, di butik Taeyeon onnie. Dia sunbaeku waktu SMA. Aku beruntung bisa bekerja padanya.”

“Mwo? Kau bekerja di butik Taeyeon?” sambar Donghae cepat.

“Ne, kenapa?”

“Tidak apa-apa.” sanggah Donghae. Ia kembali berkonsentrasi pada permainan caturnya. Taeyeon? Gadis itu berperan besar pada hubungan mereka dulu. Taeyeon lah yang menjodohkan Yoona dan Donghae hingga mereka berpacaran. Sampai kapanpun tentu ia tidak akan melupakan hal itu.

“Bukankah Taeyeon yang mencomblangkan kalian?” tuan Im mengekeh pelan. “Kudengar sekarang dia sudah menikah. Tapi hubungan kalian justru kandas di tengah jalan.”

Donghae hanya mengulum senyumnya. Sementara Yoona tenggorokannya terasa tercekat hebat. Ia melirik Kyuhyun, namja itu tampak kurang nyaman.

“Appa, jangan membicarakan masa lalu.”

“Siapa yang membicarakan masa lalu? Appa membicarakan Taeyeon. Dia sudah menikah, sebentar lagi pasti punya anak.”

“Appa, kenapa jadi membahas anak?”

“Kau bilang catur permainan kakek-kakek kan? Benar, appa memang kakek-kakek yang kesepian karena tidak punya cucu.”

“Mwo?” Yoona memekik tak percaya. Kenapa ayahnya itu mulai bicara ngawur?

Ia melirik Kyuhyun, namja itu tampak semakin gusar.

“Yoona-ah, aku harus pulang. Ada hal penting yang harus kukerjakan.” pamitnya. Lekas Kyuhyun berdiri sambil membungkuk sekilas pada tuan Im.

Segera Yoona mengikuti Kyuhyun untuk mengantarnya keluar.

“Skak-mat ahjussi.” ucap Donghae pelan. Ia tersenyum puas setelahnya.

“Mwo? Bagaimana mungkin aku kalah lagi?” tuan Im mengkerutkan keningnya. Namun tak berapa lama ia ikut tertawa riang, tepat saat Yoona kembali duduk diantara mereka.


* * * * *

“Kudengar kau dan Donghae-ssi sempat berpacaran lama.” ujar Kyuhyun hati-hati. Ia terus mengemudikan mobilnya pelan setelah menjemput Yoona dari tempatnya bekerja.

“Kurang lebih tujuh tahun.”

“Mwo? Selama itu?” sedikit kaget Kyuhyun dengan jawaban Yoona.

“Ne, sejak aku kelas 1 SMA hingga aku lulus perguruan tinggi. Tapi kami sempat putus nyambung beberapa kali.”

Kyuhyun mengangguk. Tujuh tahun bukanlah waktu yang singkat. Pantas saja Donghae dan tuan Im tampak begitu akrab. Mereka pasti sudah kenal dekat.

“Lalu kenapa kalian akhirnya putus?” selidiknya.

“Kepindahanku ke Jinan.”

“Aku iri dengan Donghae-ssi. Begitu lama dia berhasil menguasai hatimu.”

“Itu hanya masa lalu. Sekarang semua tak lagi berarti apa-apa.” Yoona tersenyum getir. Kenapa jauh dalam lubuk hatinya ia tak rela mengatakan ini?

“Kalau begitu maukah kau memberi kesempatan padaku? Aku juga ingin menjadi orang yang singgah di hatimu.”

Yoona terus tercengang ragu. Ia harus menjawab apa sekarang? Meski terasa begitu berat, perlahan akhirnya ia mengangguk.

“Ne.” ucapnya lirih. Ini bahkan tidak sesuai dengan nuraninya.

Senyum lega seketika terukir di bibir Kyuhyun. Sementara Yoona hatinya justru semakin mencelos hampa.


* * * * *

“Jadi bagaimana? Apa artinya kau dan pemuda bernama Kyuhyun itu resmi berpacaran?”

Pertanyaan nyonya Lee itu seketika membuat Donghae tersedak. Padahal yang ditanya adalah Yoona.
Lekas ia minum air putih di atas meja untuk mengurangi kagetnya.

“Donghae oppa, kau ini kenapa?” sahut Tiffany heran.

Donghae tidak menjawab. Ia terus menatap Yoona lekat. Menunggu jawaban yang akan terlontar dari bibir gadis itu.

Sementara Yoona masih asyik menikmati makan malamnya. Makam malam bersama keluarga Donghae saat ayahnya belum pulang menjadi kebiasaannya kini. Kehangatan yang ia terima dari nyonya Lee tidak lagi membuatnya canggung saat terus-terusan harus bertemu Donghae.

“Aku tidak tahu eomma. Aku hanya memberinya kesempatan untuk membuka hatiku. Apa artinya kami berpacaran?”

“Mwo?” lagi-lagi Donghae tercengang sendiri. Ia terus berdecak tak percaya.

“Saat ini aku sendiri bingung dengan perasaanku eomma.” lanjut Yoona lagi.

“Kau mencintainya tidak?” nyonya Im tersenyum kecil. “Kau tidak akan bingung jika cinta itu ada diantara kalian.”

“Entahlah.” hanya jawaban singkat itulah yang mampu Yoona tuturkan.

“Fany-ah, ayo kuantar pulang.” ujar Donghae tiba-tiba. Meski begitu ia terus menatap Yoona tajam. Ada amarah yang coba ia sembunyikan meski masih kentara samar-samar.

“Mwo?” Tiffany mengerjap bingung.

“Atau kau mau kemana? Aku akan mengantarmu kemanapun kau mau. Hari ini aku akan menuruti apapun maumu.” tetap saja Donghae tak bisa melepas pandangannya dari Yoona.

Tapi sikapnya itu tentu saja membuat Tiffany melonjak riang. “Bagaimana kalau kita pergi nonton film? Atau kita ke pasar malam?”

“Terserah kau saja.” tanpa aba-aba Donghae lekas menarik tangan Tiffany. Secepatnya ia ingin segera pergi dari sana. Rasa dendam mulai mengikis akal sehatnya.

Melihat yang dilakukan Donghae itu, Yoona hanya bisa mengulum senyumnya. Lengkungan di bibirnya memang terlihat jelas. Tapi ada rasa perih yang kasat mata terus menyayat hatinya.

“Donghae tidak serius dengan gadis itu.”

“Ne?” tertegun Yoona dengan penuturan nyonya Lee.

“Seorang ibu pasti tahu kapan anaknya jatuh cinta. Dan eomma yakin Donghae tidak punya perasaan apapun pada Tiffany. Cara dia menatap Tiffany, memperlakukan gadis itu, semua terlihat datar tanpa arti.”
“Benarkah eomma?” segera Yoona meneguk sedikit air putih untuk menyembunyikan rasa gugupnya. Ia tak mampu lagi menutupi rasa lega yang tiba-tiba menyeruak di dada.

Tapi kenapa Donghae bersikap seperti tadi? Apa ia sengaja?












Hah, Yoona mendesah panjang. Dan kini berganti rasa resah yang menggelayutinya.
Kenapa harus muncul perasaan ini?
Kenapa ada rasa tidak rela?
Kenapa ia merasa begitu kecewa?
Sekuat tenaga ia coba menepis rasa aneh yang terus berkecamuk dalam benaknya ini. Tapi nyatanya tetap tak bisa.
Lalu ini artinya apa?


* * * * *

Pejamkan matamu lalu sebutlah namaku.
Apa getaran itu masih terasa?

Seperti namamu yang terus bertahta dalam debaran jantungku.
Jika kau pergi dari sana maka itu lebih buruk dari aku kehilangan nyawa.


Donghae melangkah tertatih memasuki rumahnya. Ia sedikit lelah setelah tadi sempat minum di bar bersama Tiffany.

Kini ia memicingkan matanya. Rasanya ia belum terlalu mabuk, tapi kenapa penglihatannya terus menangkap sosok Yoona?

Gadis itu tertidur manis di atas sofa. Apa ini mimpi? Ia bahkan tidak sedang tertidur.

“Kenapa kau baru pulang?”

Pertanyaan dari ibunya itu kontan membuat Donghae tersadar dari kebingungannya.

“Eomma… “

“Ayahnya sudah pulang tapi eomma tidak tega membangunkannya.” rupanya nyonya Lee paham kemana maksud Donghae mengarah.

Jadi benar itu Yoona. Donghae tersenyum sendiri menyadari ia tidak sedang berkhayal.

“Lalu bagaimana? Apa dia akan dibiarkan tidur di sofa sampai pagi?”

“Kalau begitu pindahkan dia ke kamar.” perintah nyonya Lee.

“Mwo? Anio eomma, nanti dia bisa bangun lalu marah padaku.”

“Lalu bagaimana lagi? Kau temani dia di sini. Eomma mengantuk sekali.”

Donghae terus terbengong heran. Sepeninggal ibunya ia masih terus terpaku ditempatnya berpijak.

“Yoongie..” desisnya tertahan. Perlahan ia melangkah mendekati Yoona lalu sejenak merapikan selimutnya.
Ia sendiri lebih memilih mengambil kasur lantai lalu menggelarnya tidak jauh dari tempat Yoona berada.
Malam terus bergulir semakin larut, Donghae masih saja membolak-balik tubuhnya gelisah. Kenapa ia jadi tidak bisa tidur?











Sesekali ia melirik Yoona, gadis itu tampak begitu nyenyak.

Diam-diam ia terus memperhatikannya lekat.

Segera ia bangun lalu beranjak ke dekat Yoona. Ia duduk bersimpuh di lantai di sisi sofa tempat dimana Yoona tidur.

“Yoongie, apa kau tahu kalau selama ini aku begitu merindukanmu?” bisik Donghae lirih. Tentu saja ia berucap pelan agar Yoona tidak terbangun.

“Kemana Yoongieku yang dulu? Yoona yang selalu ceria. Yoona yang selalu tertawa. Kenapa sekarang kau bersikap seolah-olah kau orang asing bagiku?”

“Aku merasa tidak ada masalah serius dalam hubungan kita. Berakhirnya hubungan kita karena kepindahanmu ke Jinan. Bukankah hanya itu?” Donghae terus saja bicara sendiri.

“Kau tahu Yoongie? Dua tahun ini hidupku begitu hampa tanpamu. Lalu saat kau kembali, kau justru terus mengabaikanku. Apa kau tahu? Itu sangat menyakitkan bagiku.”

“Jangan terus menyiksaku Yoongie. Aku tidak ingin tujuh tahun yang sempat terjalin antara kita menguap tanpa arti. Aku tidak akan pernah rela.” Donghae tertawa getir. Kenapa ia jadi semenyedihkan ini?

“Semua tak lagi sama.”

Donghae lekas menoleh. Ia yakin tuturan itu keluar dari mulut Yoona. Gadis itu membuka matanya, ia terbangun.Cepat Donghae menggeser duduknya mundur. Begitupun Yoona, ia beralih ke posisi duduk di sofa.

“Semua sudah berbeda. Kau bersama Tiffany dan aku ada Kyuhyun oppa.” sekilas Yoona melirik jam tangannya. “Aku harus pulang, mianhae sudah merepotkan.” buru-buru ia pergi tanpa memberi kesempatan Donghae berucap sepatahkatapun.

Dan Donghae tetap terdiam kalut. Dalam satu sisi hatinya ia senang berarti Yoona mendengar semua yang ia katakan. Meski itu tak akan mengubah apapun.


* * * * *

Jika bersamamu adalah harapan, maka memilikimu adalah keharusan.
Kumohon kembalilah padaku agar dalam hati kecil ini tidak terus tersisa penyesalan.



Donghae terus terdiam gusar. Duduk di tempat kesayangannya. Bangku kayu di taman rumahnya yang tepat menghadap rumah Yoona.

Kemana gadis itu? Kenapa beberapa hari ini Donghae tak pernah melihatnya? Apa Yoona memang sengaja menghindar?

Apa karena kejadian malam itu? Donghae terus merutuki dirinya sendiri. Ia jadi merasa sangat bodoh. Ia menyesal kenapa malam itu ia harus bicara banyak hal pada Yoona. Dan efeknya sekarang gadis itu menjauh darinya.

Baru saja ia akan beranjak pergi. Saat audy hitam yang ia tahu milik Kyuhyun perlahan terhenti.
Ternyata benar mereka pergi bersama. Jelas terlihat Yoona keluar dari sana diikuti Kyuhyun. Apa yang dilakukan namja itu? Kenapa ia ikut turun? Apa pantas bertamu malam-malam? Donghae terus saja mengumpat sendiri.
 
Tapi ternyata dugaannya salah. Kyuhyun hanya mengantar Yoona sampai ke depan pagar rumahnya.
 
“Gomawo Kyuhyun oppa.”

Yoona baru saja akan melangkah masuk tapi Kyuhyun menahannya.

“Yoona-ah.” panggilnya pelan. Ia meraih tangan Yoona lalu menggenggamnya erat.

Kyuhyun terus mempersempit jarak antara ia dan Yoona. Perlahan ia mendekatkan wajahnya. Yoona tahu betul apa niatan Kyuhyun, tapi ia bingung harus berbuat apa.

Dan sialnya Donghae melihat itu semua. Ia terus mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ada amarah yang berdesir hebat dalam setiap aliran darahnya.

Sadar Kyuhyun benar akan menciumnya, Yoona justru mundur satu langkah. Tepat saat itu juga ia mendapati keberadaan Donghae yang terus memandangnya sayu.

“Mianhae Kyuhyun oppa.” Yoona menunduk dalam. Meski begitu sesekali ia masih melirik keberadaan Donghae. Raut getir namja itu membuat ulu hatinya terasa sesak.

“Ne, aku tahu. Masuklah, selamat malam Yoona-ah.”

Untunglah Kyuhyun mengerti. Mungkin Yoona belum siap, itu pikirnya. Ia segera masuk mobilnya dan melesat pergi.

Sedang Yoona terus terpaku di tempatnya. Ia masih tidak menyangka akan terjadi hal seperti ini. Berkaca-kaca ia memandang Donghae yang tak kalah nanar menatapnya.

Lama mereka dalam posisi itu. Saling pandang dalam kekalutan hati masing-masing.

Hingga Donghae tak tahan lagi untuk terus berdiam diri. Perlahan ia melangkah menghampiri Yoona. Tanpa pikir panjang, ia segera merengkuh gadis itu dalam pelukannya.

Kali ini tidak ada penolakan di sana. Yoona justru semakin terisak samar. Harus ia akui, ia begitu merindukan pelukan ini. Rasanya sudah lama sekali ia tidak menghirup aroma tubuh ini. Bahkan tanpa sadar ia pun ikut mengeratkan pelukan Donghae padanya.


* * * * *

Jika kita tak bisa lagi bicara lewat kata-kata, bicaralah lewat hati dan pandangan mata.
Hati memang tak sanggup berucap, tapi hati takkan mampu berdusta.
Yakinlah dalam setiap desirannya masih tersimpan rasa cinta antara kita.


Dua orang itu terus terdiam dalam pekatnya malam. Duduk berdua meski terlihat saling menjaga jarak. Hanya remang-remang lampu taman rumah Donghae yang setia menemani.

“Seharusnya aku tidak pernah memberi harapan pada Tiffany jika aku tak mungkin mewujudkannya.” Donghae bergumam pelan. “Dia datang tepat saat kau pergi. Jujur saja, kupikir dia bisa mengisi kekosongan hatiku. Tapi rupanya aku salah. Sampai saat ini ruang hatiku tetap kosong sejak kepergianmu. Meski kini kau kembali, nyatanya kau mencintai orang lain.”

Yoona menggeleng yakin. “Anio, aku tidak pernah mencintai Kyuhyun oppa. Kyuhyun oppa orang yang baik. Itu yang membuatku terus bersimpati padanya.” tidak ada salahnya jika sekarang ia berusaha untuk jujur.

Seketika Donghae meliriknya tajam. Agak ragu dengan penuturan Yoona tadi.

“Aku tidak pernah mencintai Kyuhyun oppa.” ulang Yoona lagi.

“Lalu?” Donghae terus mengerjap tak percaya. “Lalu hubunganmu dengannya saat ini?”

“Aku tidak tahu. Dia ada saat aku sedang terpuruk. Masalah perusahaan appa membuatku hampir putus asa. Aku seperti orang kehilangan harapan. Aku tidak punya pilihan lain selain mengikuti appa. Jinan, sebuah kota yang sangat asing. Aku benar-benar memulai dari bawah. Saat itulah Kyuhyun oppa datang. Membantu mencarikanku pekerjaan. Dan banyak hal lain yang dilakukannya. Aku sungguh berterimakasih padanya.”

“Dan aku justru tidak berbuat apa-apa untukmu. Aku bahkan tidak tahu apa-apa.”

“Mianhae, aku memang sengaja tidak ingin melibatkanmu.”

Donghae tersenyum sinis. “Itu membuatku merasa sangat tidak dianggap. Kau bahkan lebih memilih merepotkan orang lain dibanding aku? Menyedihkan.” desisnya.

“Bukan seperti itu. Kebetulan saja saat di Jinan dia orang yang banyak memberiku bantuan. Aku merasa berhutang budi padanya. Kini saat keadaanku kembali membaik aku tidak mungkin melupakan jasa-jasanya begitu saja.”

“Dan kau membalas jasanya dengan menjadi kekasihnya? Kisahmu seperti sebuah dongeng Im Yoona.” Donghae tersenyum getir. “Seorang pangeran menolong tuan putrinya dan berakhir dengan mereka hidup bahagia selamanya.” lanjutnya miris.

“Kau tidak mengerti Donghae oppa.”

“Ne, aku memang tidak mengerti. Aku hanya orang bodoh yang sempat singgah dalam drama kisah cintamu. Aku hanya bagian dari masa lalumu yang pelan-pelan kau lupakan dan tersisih tanpa arti.” Donghae semakin emosi dalam kata-katanya.

“Sebenarnya aku bahkan tidak bisa melupakanmu meski aku mati-matian mencobanya.” suara Yoona serasa tercekat hingga nyaris tak terdengar saat berucap ini. Diiringi pula krystal bening yang mulai mengalir pelan dari pelupuk matanya.

“Mwo?” sedikit tidak percaya Donghae dengan pendengarannya sendiri.

“Aku tidak pernah bisa melupakanmu Donghae oppa.” ulang Yoona lagi dengan berurai airmata.

“Kalau begitu jangan pernah melupakanku Yoongie. Tetaplah mengingatku seperti aku yang terus mengingatmu. Andai bisa, aku ingin menghapus dua tahun kebelakang dimana kau dan aku terpisah. Itu adalah saat yang paling sulit dalam hidupku.”

Dan kini Yoona tak mampu lagi membendung tangisnya. Perkataan Donghae semakin membuatnya menangis tersedu-sedu.

“Dulu aku bahkan tidak pernah membuatmu menangis seperti ini.” lekas Donghae seka airmata Yoona pelan.
Baginya Yoona tetaplah gadis yang sama. Kebersamaan tujuh tahun dan terpisah dua tahun rasanya belum cukup untuk mengubah segalanya.

Lalu kenapa mereka masih saja saling mengelabuhi?


* * * * *

Aku terus berdoa dalam bayang-bayang malam.
Mengukir satu nama dalam ucap lisanku.
Berharap ku akan mendekapmu dalam keabadian.
Karena hanya kau pujaanku.


Donghae menghirup udara dalam-dalam. Membiarkan oksigen merasuki paru-parunya, menahannya sejenak lalu menghembuskannya pelan. Ia tersenyum lebar menatap pemandangan yang terhampar dihadapannya.
Tepat didepannya berdiri kokoh dua pohon maple yang sudah sangat tua. Ditengah antara dua pohon itu ada sebuah bangku kayu panjang yang dulu menjadi tempat favoritnya bersama Yoona.

Dan sekarang ia ada disini bersama gadis itu. Yoona, itulah sumber kebahagiaannya yang tak terkira.
Ia tak bisa melepaskan pandangannya dari Yoona. Gadis itu tampak begitu senang memunguti daun-daun maple yang berserakan di tanah lalu menghamburkannya ke udara. Kebiasaan yang dulu sering ia lakukan setiap musim gugur seperti ini.

Donghae tersenyum sendiri, Yoona jadi terlihat seperti anak kecil jika bertingkah seperti itu, manis sekali.
“Aku sangat merindukan tempat ini.” gumam Yoona pelan. Matanya terus terpaku pada pohon maple yang satu per satu daunnya perlahan berguguran.

“Hanya tempat ini? Tidak merindukan orang yang selalu mengajakmu kesini?”
Yoona tentu tahu apa maksud Donghae tapi ia enggan menjawab. Ia terus mengulum senyumnya sambil melangkah pelan ke arah bangku kayu.

Namun baru beberapa langkah, Donghae lebih dulu menyambar tubuhnya. Mendekapnya erat, memeluknya dari belakang.

“Aku sangat merindukanmu Yoongie.” tahu Yoona hanya diam, Donghae lekas menaruh dagunya diatas pundak gadis itu. “Kembalilah menjadi Yoonaku yang dulu.”

Masih tertegun, Yoona sekilas terpejam. Menikmati rengkuhan Donghae padanya. Ada perasaan damai yang menyerusup di hatinya. Sensasi seperti ini sudah lama sekali tidak ia rasakan.
“Saranghae.” bisik Donghae pelan.

Yoona masih tetap terpaku. Saat nafas Donghae berhembus pelan tepat di telinganya. Ia tengah larut dalam kebimbangannya sendiri.

Dan saat perlahan Donghae membalik tubuhnya hingga mereka saling berhadapan, Yoona masih saja membisu.

Hingga akhirnya, Donghae mulai mengecap manis bibir Yoona pelan. Dan entah sadar atau tidak, Yoona juga mengimbangi ciuman Donghae padanya. Saling memagut mesra, hangat dan dalam.

“Donghae oppa.” lekas Yoona sudahi ciumannya. “Jika seperti ini akan ada banyak hati yang terluka.”
“Maksudmu Tiffany dan Kyuhyun-ssi? Aku mohon sekali saja jangan pikirkan mereka. Pikirkan kita Yoongie, hanya kita.”

“Mianhae Donghae oppa.”

“Kau mencintai Cho Kyuhyun?” baru kali ini Donghae meragu, dan itu karena sikap Yoona.
“Anio, aku mencintaimu.”

“Lalu apa masalahnya?” pekik Donghae geram, lama-lama ia mulai tersulut emosi.

“Mianhae.” hanya kata singkat itulah yang sanggup Yoona ucapkan sebelum ia berlari pergi.

Donghae pun tak kuasa untuk mencegahnya. Ia terus mematung seorang diri memandang punggung Yoona yang kian menjauh.

Membohongi hati sebenarnya adalah hal tersulit dalam romansa percintaan meski bersandiwara terasa mudah. Jika Yoona memaksa seperti itu maka semua akan bermuara pada ia yang sakit sendiri.


* * * * *

“Aku masih sangat mencintai Yoona dan terus berharap dia akan kembali padaku.”

Tiffany tersenyum getir mendengar pengakuan Donghae itu. Ia sadar betul kalau hal ini kapanpun bisa saja terjadi. Tapi tetap rasanya sakit sekali.

“Mianhae Fany-ah.” lanjut Donghae lagi.

“Kenapa minta maaf padaku Donghae oppa? Yoona-ssi memang gadis yang sangat beruntung.” Tiffany lekas tertawa riang untuk menutupi perih hatinya. “Aku ikut bahagia saat sahabatku bahagia. Semoga kau bisa mendapatkannya lagi Donghae oppa.” meski sulit, ia akan berusaha terima.

Sedikit tidak menyangka dengan tanggapan Tiffany. Sahabat? Itu yang ia sebut tadi. Donghae terus melirik gadis itu. Aura kebahagiaan memancar jelas dari wajah Tiffany meski samar terlihat kalau itu topeng belaka.
Tahu Donghae serius memandangnya, Tiffany segera berucap pelan. “Aku tidak apa-apa Donghae oppa. Cara mengobati sakit hati adalah dengan jatuh cinta lagi. Sepertinya aku akan menyusun daftar namja yang akan kuincar.” ia terbahak sendiri dengan gurauannya.

“Kau pasti akan mendapatkan namja yang terbaik untukmu.” harap Donghae.
Tiffany mengangguk. “Ne, pasti.” yakinnya.

Mencintai tak harus memiliki bukankah bualan kosong para pujangga. Mencintai adalah saat kita ikut tersenyum tulus kala orang yang dicintai bahagia. Itulah cinta yang sesungguhnya.


* * * * *

“Yoona-ah, kau tidak mendengarkanku?” seru Kyuhyun, ia berkata seperti ini karena Yoona terus saja tak menghiraukan ucapannya. Gadis itu seakan tenggelam dalam dunianya sendiri.

“Ne?”

“Kau tidak mendengar yang kukatakan tadi? Apa ada yang mengganggu pikiranmu?” ulang Kyuhyun lagi.
Yoona lekas tersenyum. “Tidak, aku hanya sedikit melamun Donghae oppa. Kau tadi bilang apa?”

Sedikit tertegun, Kyuhyun hanya mampu tersenyum getir. Yoona salah menyebut nama dan tidak sedikitpun menyadarinya. Mungkin memang nama itu yang terus terpatri kuat dalam alam bawah sadarnya.

“Donghae-ssi.” gumamnya miris.

Kini berganti Yoona yang mematung kelu. Rupanya ia telah melakukan kesalahan fatal. “Mianhae.” bisiknya.
Entah kenapa ia tidak bisa lagi menahan airmata yang tiba-tiba mengalir tanpa instruksi. Ia menangis tersedu menumpahkan beban yang terus menghimpit dada. Ia tak peduli apa tanggapan Kyuhyun. Yang jelas beban hatinya sudah terasa sangat menyesakkan.

“Airmata adalah satu-satunya cara bagaimana mata berbicara saat bibir tak mampu menjelaskan perasaanmu yang terluka.” ujar Kyuhyun tiba-tiba. Ia sudah cukup paham kegalauan apa yang tengah menimpa Yoona saat ini.

Dan Yoona justru semakin terisak lirih. “Andai aku lebih dulu mengenalmu mungkin ceritanya akan lain.. “
“Anio.” potong Kyuhyun cepat. “Manusia hanya berperan, Tuhanlah yang menentukan kisah cinta setiap insannya. Sudah, aku tidak mau Donghae-ssi menyalahkanku karena telah membuatmu menangis.”
Yoona terus memandang Kyuhyun nanar. “Gomawo.” bisiknya.

“Kau berhak mendapatkan kebahagiaanmu Yoona-ah.” Kyuhyun menghela nafasnya pelan. Sedikitpun ia tak pernah menyesal. Ia tak pernah merasa kalah. Jika ini adalah perlombaan memenangkan hati, maka ia hanya belum beruntung saja.


* * * * *

Angin musim gugur berhembus dingin saat Yoona berjalan seorang diri. Sesekali merapatkan mantel yang membungkus tubuhnya. Sebuah lengkungan manis tak henti terukir dari bibir mungilnya. Ia terus melangkah riang untuk bertemu sang pujaan hati.

Tampak dari kejauhan Donghae merebahkan diri di kursi panjang di tengah-tengah pohon maple. Matanya terpejam, tak peduli berkali-kali guguran daun maple menerpa tubuhnya.

Tanpa ragu Yoona segera mendekat. “Kau tidur Donghae oppa?” tanyanya.

Tidak ada jawaban. Donghae hanya tersenyum tapi tidak membuka matanya.

“Jangan mempermainkanku.” ucap Yoona dengan nada pura-pura marah.

Donghae lekas tertawa lalu menarik Yoona hingga jatuh di atas tubuhnya. Ia juga masih sempat mengecup bibir Yoona kilat.

Buru-buru Yoona bangun dari posisinya. Sedikit kesal ia juga memaksa Donghae agar bangun untuk duduk bersamanya.

“Bagaimana kalau tadi ada yang lihat? Orang akan menyangka kita berbuat yang tidak-tidak disini.” Yoona terus saja menggerutu.

“Tidak akan, ini adalah tempat rahasia kita berdua.” yakin Donghae. Ia segera merangkul pundak kekasihnya itu menenangkan.

“Lalu ada apa kau memintaku datang kesini Donghae oppa? Bukankah tadi pagi kita sudah bertemu. Tadi siang kita juga makan siang bersama. Ah, aku merasa setiap detik, setiap menit, kita terus saja bertemu.”
Donghae jadi gemas sendiri dengan kecerewetan Yoona itu. “Wae? Apa kau bosan selalu bertemu denganku?”

“Anio, tentu saja aku senang.”

“Yoongie.” Donghae meraih jemari Yoona, menggenggamnya erat sambil memandangnya serius. “Aku ingin melanjutkan 7 tahun kebersamaan kita hingga 70 tahun, 700 tahun, atau 7000 tahun sekalipun aku ingin selalu bersamamu.”

Yoona tertawa kecil. “Berarti kita akan melewati berkali-kali kehidupan dan reinkarnasi.” lanjutnya asal.

“Ne. Meskipun di kehidupan mendatang menjadi pohon sekalipun, aku harap kita terus bersama. Seperti pohon maple ini. Terus berdiri berdampingan hingga usia menua.”

Tanpa sadar Yoona mulai menitikkan airmata. Ia begitu tersentuh dengan ucapan Donghae itu.

“Kenapa kau jadi cengeng sekali?” Donghae terheran-heran. Ia lekas menarik Yoona dalam dekapannya.

“Saranghae Yoongie. Sekarang, 7, 70, ataupun 700 tahun lagi dikehidupan manapun kuharap aku akan tetap mencintaimu.”

~ END ~

Selasa, 28 Februari 2012

[One-shot] Here, I’m Waiting For You


Author    : BabyYoongFishy

Genre     : Romance

Length    : Oneshot

Cast        : Lee Donghae
                  Im Yoona

Tittle      : Here, I'm Waiting For You

Here, I’m Waiting For You

Aku mencintai mu, hari ini, esok dan seterusnya …
Tak akan pernah lelah, karena aku masih punya banyak cinta yang akan selalu menggenggam mu erat …
Bahkan ketika tubuh ini sudah tak berdaya lagi, aku masih punya hati untuk terus mencintai mu …
Mencintai dan mencintai …
Segala kekurangan mu terlihat begitu indah dimata ku …
Itu semua karena cinta mu ..

***

Duduk pria itu dengan wajah yang kusut dan sedikit lelah. Matanya tak lepas dari sosok wanita yang berada di hadapannya. Wanita itu terlihat begitu lemah dengan wajah pucat serta bibir yang sedikit kering akibat terlalu lama berada di ruangan yang ber-AC.

Pria itu menggenggam erat tangan istrinya. Telah lama kehangatan itu tak dirasa olehnya. Beberapa tahun yang silam cukup membuat rasa rindunya menumpuk dan menggunung. Kini tangan istrinya sudah tak sehangat dulu, tangan itu terasa begitu dingin dan tak bercahaya.

“Dapatkah aku melihat mata indah mu itu lagi, Yoong? Sungguh aku sangat merindukan mata mu yang menatap ku berbinar penuh cinta,” desis pria itu pelan.

Semakin dieratkannya genggaman itu, seolah mengisyaratkan bahwa ia selalu berharap Yoona akan membuka matanya kemudian tersenyum dengan manis padanya.

“Kau tahu, Haeyo tumbuh semakin besar. Ia sangat cantik, Yoong. Sama seperti mu. Ia memiliki mata yang indah serta senyum yang manis. Sungguh aku rindu pada mu. Bangunlah Yoong, aku sangat membutuhkan mu,” ucap Donghae tak dapat lagi membendung air matanya. Ia menangis pilu. Entah sudah berapa banyak ia menangis dan ini bukan lah kali pertamanya.

Sudah empat tahun Yoona mengalami koma setelah melahirkan bayi prematur yang sangat cantik bernama Lee Haeyo. Akibat kondisi fisik Yoona yang terlalu lemah saat itu, membuatnya tak sadarkan diri dalam waktu lama dan hingga genap 4 tahun sudah ia pergi menjauh dari kehidupan Donghae, membuat dunia pria itu terasa sepi dan hampa.

Donghae membenamkan wajahnya di tepi tempat tidur Yoona. Mengistirahatkan matanya yang terasa berat. Tangannya tak lepas menggenggam tangan Yoona erat. Setiap detakan jantungnya selalu berdegup nama Yoona. Ia benar-benar mencintai wania itu walau kini mereka berada di dunia yang tak dapat dijangkau olehnya.

Selalu dikenangnya masa-masa indah bersama Yoona dan semua itu melekat secara permanen di otaknya. Donghae selalu berdoa bahwa suatu saat nanti Yoona bangun dan kembali lagi bersamanya. Ia menganggap bahwa ini adalah cobaan yang diberikan Tuhan padanya untuk menguji keabadian cinta mereka.


Aku akan tetap berdiri kokoh disini …
Menanti mu untuk kembali …
Bahkan jika rambut ku telah memutih, cinta ini akan tetap untuk mu ..

***

“Appa, apa hari ini kita akan mengunjungi eomma?” tanya Haeyo. Gadis kecil itu tengah menyantap roti bakar dengan selai kacang kesukaannya. Ia menatap Ayahnya penuh harapan.

Donghae mengalihkan pandangannya dari koran lalu menatap malaikat kecilnya. “Appa sibuk hari ini. Bagaimana kalau besok saja?” tawar Donghae.

Haeyo menggelengkan kepalanya tanda penolakan. “Shiro, aku ingin bertemu eomma hari ini!” ucap Haeyo sembari menyilangkan kedua tangannya di dada. Ia memasang wajah cemberut dan membuang muka, tak ingin menatap Ayahnya.

“Hae~ya, Appa benar-benar tidak bisa hari ini. Besok saja, hum? Appa janji akan menemanimu mu seharian disana,” tawar Donghae lagi, namun kali ini ia bangkit dari kursinya dan berjalan mendekati gadis kecilnya. Di tariknya kursi itu hingga membuat ayah dan anak itu saling berhadapan.

“SHIRO! AKU INGIN HARI INI! POKOKNYA HARUS HARI INI!” perintah Haeyo.

Donghae menghela nafas berat, “Baiklah Tuan Putri. Appa akan mengantar mu, tapi appa tidak bisa menemanimu terlalu lama disana. Bagaimana?”

Haeyo tersenyum cerah. Ia menatap Appanya dengan mata berbinar sama seperti mata Yoona yang indah.
“Gomawo Appa. Aku tidak apa-apa jika ditinggal sendiri. Aku ingin menemani eomma disana.”

Donghae mengacak puncak kepala Haeyo sayang. Ia tertegun melihat putrinya itu bergitu mirip dengan istrinya. Matanya, sifat keras kepalanya, cara bicaranya sama persis seperti Yoona.

Bahkan ia terlihat begitu mirip dengan mu, Yoong,” batin Donghae.

Sesuai dengan janjinya tadi, Donghae mengantar Haeyo sampai ke kamar inap Yoona. Jantungnya selalu berdegup kencang setiap kali memasuki ruangan itu. Ia selalu berharap ketika ia masuk, Yoona telah duduk dengan manis menunggu untuk dijemput olehnya. Namun semua harapan itu sirna ketika tubuh Yoona yang terlihat pucatlah yang ia temukan sekarang.

“Eomma …!!” pekik Haeyo ketika memasuki ruang inap Ibunya. Gadis kecil itu berlari kearah tempat tidur Yoona, menaiki sebuah kuris lalu memeluk tubuh kurus Ibunya. Dikecupnya kening dan kedua pipi Yoona. Begitulah yang selalu dilakukan gadis kecil itu ketika mengunjungi Ibunya.

Lihatlah Yoong, Haeyo juga sangat merindukan mu. Kembalilah, ku mohon. Jika kau tak punya alasan untuk kembali karena ku, jadikanlah Haeyo alasan untuk mu tetap hidup bersama kami,” batin Donghae menatap sosok istrinya lekat.

“Appa, kenapa eomma tidak pernah membuka matanya? Aku sangat ingin dipeluk eomma,” ucap Haeyo kini menatap Ayahnya yang berdiri mematung diujung tempat tidur Yoona. Hatinya mencolos, sedih karena gadis kecilnya tak mengerti apa pun tentang kondisi Ibunya.

“Eomma sedang lelah, makanya ia tertidur. Haeyo tidak boleh nakal jika ingin eomma cepat bangun. Arraseo?” ucap Donghae merengkuh pundak anaknya. Haeyo hanya mengangguk kemudian kembali menatap Ibunya.

“Eomma, aku berjanji tidak akan nakal lagi. Cepat bangun, aku ingin eomma yang memasak dirumah. Aku mulai bosan dengan masakan Appa yang selalu asin,” cibir Haeyo mengejek Ayahnya. Donghae hanya tersenyum melihat malaikat kecilnya yang begitu menggemaskan. Sebuah kebahagian untuknya, memiliki Haeyo yang selalu mewarnai hidupnya selama empat tahun terakhir. Puji syukur selalu ia panjatkan karena Tuhan tak membiarkan hidupnya sendiri.


Detik kini telah berubah menjadi rangkaian menit yang panjang dan aku tak dapat menghitungnya lagi …
Sama seperti cinta ku yang tak pernah terhitung oleh apa pun …
Disini aku menanti mu dengan segenap cinta yang ku punya …
Tak akan pernah berakhir … Kau tahu itu?

***

Donghae masih berkutat dengan laptopnya. Kepalanya mulai terasa berat dan matanya mulai mengantuk, namun ia harus menyelesaikan semua laporannya hari ini juga. Diliriknya jam yang terpajang di atas meja. Waktu telah menunjukkan pukul 21.00 KST. Segera dipaksakannya kembali semua sistem syarafnya untuk bekerja. Ia harus cepat pulang untuk menjemput Haeyo di Rumah Sakit.

Setelah menghabiskan waktu setengah jam, akhirnya Donghae dapat menyelesaikan semua pekerjaannya. Di sambarnya kunci mobil, kemudian segera bergegas menuju basemen tempat ia memarkirkan mobil.
Dipacunya cepat kendaraan itu hingga membawanya menuju Seoul Internationa Hospital. Derap langkahnya terdengar menggema disepanjang koridor sepi itu. Pikirannya hanya tertuju pada Haeyo yang pasti sudah tertidur lelap di kursi sofa.

Pelan dibukannya pintu itu. Diintipnya keadaan didalam sana. Senyum kecilnya terkembang ketika dilihatnya sosok Haeyo yang terbaring bersebelahan dengan Yoona. Donghe berjalan mendekati kedua perempuan yang sangat berarti dalam hidupnya. Dipandangnya secara bergantian wajah Ibu dan anak itu.

“Benar-benar sangat mirip,” desis Donghae pelan.

Diraihnya ponsel yang berada di saku celan. Kemudian memotret keduanya. “Kalian berdua sangat cantik.”

Donghae berjalan mendekati istrinya kemudian mengecup kening Yoona hangat. Ditatapnya wajah Yoona yang putih pucat. Dibelainya sayang rambut wanita itu. “Aku mencintaimu, Yoong,” bisik Donghae lirih. Kata-kata itulah yang tak pernah bosan Donghae ucapkan sebelum ia pergi meninggalkan istrinya, beberapa tahun terakhir.

Ditatapnya wajah Haeyo yang tertidur lelap. Segera digendongnya tubuh kecil malaikatnya kedalam dekapan. “Ayo kita pulang, sayang. Besok kita akan main-main kesini lagi,” ucapnya pelan.
Haeyo tak menjawab, ia hanya melenguh kecil dalam tidurnya. “Eomma … Eomma ..” racau Haeyo.
Donghae terlonjak sesaat. Hatinya seperti teriris perih, sedih melihat gadis kecilnya itu terus saja memanggil Ibunya dalam tidur.

“Appa tahu kau sangat merindukan Eomma mu. Begitu juga Appa. Bersabarlah sayang, Eomma pasti akan kembali bersama kita lagi,” desis Donghae kemudian meninggalakan kamar inap Yoona.

***
 
Mentari baru saja muncul dari peraduannya. Menghangati setiap insan yang masih tertidur lelap dalam mimpinya. Mata bening itu terbuka lebar, ketika sinar mentari pagi menghangati pori-pori kulitnya. Segera ia bangkit dari tidur kemudia berlari menuju kamar Ayahnya yang berada di pojok dekat tangga.

Di bukanya pintu itu perlahan. Diintipnya keadaan kamar yang tampak langang dan masih gelap. Senyum jahil terlukis di wajahnya. Berjalan ia dengan hati-hati menuju tempat tidur Ayahnya. Haeyo menaiki tempat tidur berukuran king size itu dengan susah payah mengingat tubuhnya yang mungil.

Ditatapnya wajah Donghae yang masih lelap dalam tidur. Senyum manisnya tersungging dibibirnya. Didekatkan wajahnya ke arah telinga Donghae lalu berteriak, “TUAN LEE DONGHAE! BANGUUUUUN! TUAN PUTRI HAEYO INGIN SARAPAN!”

Spontan Donghae terlonjak kaget ketika teriakan itu memekakkan telinganya. Matanya membulat sempurna. Haeyo hanya tertawa melihat Ayahnya yang kini duduk linglung menatapnya.

“Ya! Lee Haeyo! Jangan salahkan appa jika nanti appa akan menghukum mu! Hhuh?!” pekik Donghae segera.

Haeyo menutup mulutnya dan memasang wajah polos. “Ups. Mianhae appa,” ucapnya lalu berlari dengan segera meninggalkan Donghae yang masih terperanjat.

Dipandangnya foto Yoona yang terpajang dimeja belajarnya. Ia tersenyum kearah Ibunya itu. “Eomma, pagi ini aku berhasil mengerjai appa sesuai dengan keinginan Eomma. Lain kali kita akan mengerjainya bersamakan?” Senyum Haeyo tak pudar, ia memeluk figura Eommanya erat. Menyiratkan kerinduan yang begitu mendalam.

Tiba-tiba sebuah teriakan membuatnya terlonjak, “Ya! Lee Haeyo, cepat turun! Appa sudah menyiapakn sarapan mu,” pekik Donghae dari ruang makan. Ia tengah menuangkan susu kedalam mangkuk sereal coklat kesukaan buah hatinya.

Haeyo berlari turun dan menghampiri ayahnya. “Appa, hari ini kita pergi menjenguk eomma lagi kan?” tanya Haeyo sembari menaiki kursinya.

Donghae memasang wajah datar, pura-pura tak mendengar perkataan putrinya barusan. “Appaa …!!” panggil Haeyo dengan nada sedikit nyaring.

Donghae masih tak bergeming. Ia sibuk membaca koran yang berada dihadapannya. Tiba-tiba sebuah senyuman terlukis dibibir Haeyo.

“Appa tidak mendengarku? Appa sedang membaca ya? Membaca apa?” tanya Haeyo dengan wajah berbinar.

Donghae mengintip dari balik koran dan menatap anaknya yang sedang tersenyum. “Tidak lihat appa sedang membaca koran. Bukankah ini kebiasaan appa setiap pagi. Apa kau lupa?”

“Ani. Aku tidak lupa. Hanya saja sedikit tidak biasa,” jawab Haeyo sembari mengulum senyumnya.
“Apanya yang tidak biasa?” tanya Donghae penasaran.

“Aku tidak bisa melihat appa membaca koran terbalik seperti itu.” Donghae segera mengalihkan perhatiannya pada koran yang berada ditangannya. Wajahnya merah memanas karena malu. Tawa Haeyo pecah, gadis kecil itu memegangi perutnya yang terasa sakti.

“Ya! Lee Haeyo, berhenti mengerjai appa!” omel Donghae. Haeyo memeletkan lidahnya. “Benar kata eomma, wajah appa sangat lucu jika sedang marah,” ucap Haeyo kemudian menyuapi sereal kedalam mulutnya. Sontak Donghae terkejut dengan ucapan putrinya barusan.

“Apa yang kau bicarakan Hae~ya? Eomma?? Bagaiman Eomma bisa bicara dengan mu?” cerca Donghae dengan wajah heran. Didekatinya Haeyo yang masih menikmati sarapannya.

“Katakan pada appa. Bagaimana eomma bisa berkata seperti itu?” tanya Donghae.

Haeyo menatap Ayahnya, ia tersenyum. “Semalam aku bertemu Eomma dalam mimpi. Eomma sangat cantik dengan gaun berwarna putih yang dikenakannya. Ia memangku ku dan menceritakan semua tentang Appa. Eomma bilang, ia sangat merindukan Appa,” ucap Haeyo dengan polosnya.

Mata Donghae berkaca-kaca. Dipeluknya Haeyo erat. Gadis kecil itu hanya terdiam, ia bingung dengan sikap Ayahnya yang sedikit aneh. Tak biasanya ia melihat Donghae menangis seperti itu sembari memeluknya.

“Appa, mengapa Appa menangis?” tanya Haeyo. Gadis itu mengusap punggung Ayahnya sayang. “Jangan menangis Appa. Kata Eomma, Appa tidak bolah menangis,” timpal Haeyo lagi.

Cepat-cepat Donghae menghela air matanya. Ia berusaha tersenyum pada malaikat kecilnya itu. Direngkuhnya kedua pipi kecil Haeyo lalu dikecupnya puncak kepala putrinya penuh cinta.
“Appa menyanyangi mu, nak,” desis Donghae lalu memeluk Haeyo erat.


Sejauh apa pun kau berlari dari ku, aku akan terus mengejar mu …
Hingga keujung dunia sekali pun …
Bahkan jika kedua kaki ini telah hilang, aku akan meraih mu dengan segenap kemampuan yang ku punya …
Karena ku ingin kau tetap disini bersama ku selamanya ..

***

Donghae meletakkan beberapa kantung makanan ringan diatas meja. Ia menatap Yoona sekilas kemudian mengeluarkan semua makanan itu lalu memasukkanya kedalam lemari pendingin yang disediakan di bangsal VVIP .

“Lihatlah, Yoong. Anak mu itu makannya banyak sekali,” ucap Donghae masih sibuk memasukkan cemilan putrinya.

“Pagi ini dia begitu cerewet. Meminta banyak hal pada ku. Aku hanya menghela nafas memperhatikan sikapnya yang semakin hari semakin menggemaskan.”

“Tidakkah kau ingin segera bangun dan melihat anak mu itu?” tanya Donghae yang pasti tak akan pernah mendapatkan jawaban dari orang yang baru saja ditanyanya.

Ia berjalan mendekati Yoona, menarik sebuah kursi lalu duduk di samping tempat tidur Yoona. Digenggamnya tangan pucat itu. Matanya tak lepas menatap wajah Yoona.

“Benarkah kau pergi menemui  Haeyo didalam mimpi? Kenapa kau tidak pernah datang kedalam mimpi ku, Yoong. Kau jahat sekali.” Donghae mengatur nafasnya yang mulai tak teratur menahan semua emosinya. Matanya berkaca-kaca, namun sebisa mungkin ia tak menangis. Ia sudah berjanji pada putrinya untuk tidak menangis lagi.

“Empat tahun sudah, Yoong. Tak lelahkah kau terus-terusan terbaring disini? Tak inginkah kau pulang kerumah? Aku tak pernah mengubah posisi rumah kita Yoong, karena aku ingin kau tidak merasa asing jika kita kembali kerumah lagi nanti,” lanjut Donghae.

“Bukankah kau merindukan ku? Haeyo sendiri yang bilang bahwa kau merindukan ku. Bangulah dan peluk aku dengan erat,” desis Donghae.

“Appa …!!” panggil Haeyo tiba-tiba. Gadis itu muncul dari balik pintu kemudian berlari kearah Ayahnya.

“Ada apa?” tanya Donghae menatap Haeyo yang berwajah gusar.

“Appa, aku ingin es krim strawberry,” rengek Haeyo.

“Es krim? Bukankah tadi kita sudah membeli es krim?” tanya Donghae heran.

“Tapi es krim itu rasa coklat. Aku ingin rasa strawberry, Appa,” rengek Haeyo manja.

“Aigo .. Nanti saja Appa belikan, bagaimana?” tawar Donghae.

“Shiro! Aku mau sekarang,” perintah Haeyo. Donghae menghela nafasnya. Selalu seperti ini, pikirnya. Ia tak dapat menolak semua kemauan Haeyo. Haeyo selalu berhasil membuatnya bertekuk lutut dengan segala keinginannya.

“Aish! Baikalah, tunggu disini. Jangan kemana-mana, arraseo?” ucap Donghae kemudian bangkit dari duduknya.

“Appa, aku ingin dua es krim?” pekik Haeyo segera.

Donghae memalingkan wajahnya. “Ya! Banyak sekali? Jangan terlalu banyak makan es krim, Haeyo~a. Nanti kau bisa flu,” nasehat Donghae.

“Aku ingin Eomma juga memakan es krimnya, Appa,” jawab Haeyo membuat Donghae tertegun. Sebegitu inginkan ia bertemu dengan Ibunya? Pikir Donghae. Donghae hanya mengangguk meng-ia kan kemudian menghilang dari balik pintu.

Dengan langkah pelan ia melewati koridor sepi itu. Matanya tertuju pada garis proslen yang berwarna putih terang. Pikirannya menerawang jauh, mengingat sebuah kenangan manis bersama yang dicinta.


Flashback …

Donghae masih tertidur lelap. Yoona tersenyum menatap wajah suaminya yang begitu damai. Dielusnya pelan pipi Donghae, membuat pria itu terbangun dan membuka matanya. Dilihatnya mata Yoona yang menatapnya berbinar. Sebuah senyum tersungging dari bibir tipisnya.

“Waeyo, Yoong?” tanya Donghae masih setengah sadar.

“Oppa, bangunlah. Aku ingin memakan es krim. Bisakah kau membelikannya untuk ku? Aku ingin es krim rasa strawberry,” ucap Yoona lembut.

“Aku masih mengantuk, Yoong. Besok saja, ya?” ucap Donghae dengan suara serak.

“Shiro! Oppa, ayolah. Ini permintaan anak mu,” bujuk Yoona. Diraihnya tangan Donghae lalu menuntunya untuk mengusap perut buncit Yoona yang berumur 8 bulan. Donghae membuka matanya kembali, melawan segala hasratnya untuk tidur.

“Baiklah, Yoong,” ucap Donghae beringsut turun dari tempat tidur. Namun sedetik kemudian ia memekik keras, “Ya! Ini sudah tengah malam, Yoong. Mana ada mini market yang buka jam segini,” keluh Donghae.

“Pokoknya harus dapat sekarang juga. Aku tidak mau tahu. Ini kemauan bayi kita, Oppa,” ucap Yoona menggelayut manja di lengan Donghae.

Pria itu menghela nafasnya berkali-kali. Dengan sekuat tenaga ia meraih jaketnya lalu pergi dengan mobilnya, memenuhi semua keinginan Yoona yang tak biasa itu.

Lama Donghae menelusuri jalanan Seoul yang sudah sepi. Hanya beberapa kendaraan pribadi yang melintasi jalan raya itu. Matanya masih aktif mencari mini market yang buka dijam-jam malam seperti sekarang.
Senyumnya reka ketika dilihatnya sebuah mini market yang bertuliskan ‘Open 24 jam’ …


Dengan segera Donghae turun dan memasuki mini market itu. Dipilihnya sekotak es krim rasa strawberry berukuran besar. Ku rasa ini cukup, pikir Donghae. Ia berjalan menuju kasir untuk membayar, namun langkahnya terhenti. Ia kembali lagi menuju lemari pendingin itu dan mengambil beberapa es krim yang berukuran sama namun berbeda rasa.

Donghae membeli rasa coklat, kiwi, melon, alpokat, anggur, pisang, jeruk. Ia membawanya sedikit kesusahan menuju meja kasir. Petugas yang berjaga hanya menatapnya heran dengan semua barang belanjaanya. Donghae menyunggingkan senyum renyahnya pada penjaga itu lalu dengan cepat mengeluarkan uang wonnya dari dalam dompet.

Segera ia kembali kerumah dengan senyum lebar. Donghae mengayun-ayunkan plastik belanjanya senang. “Yoong!! Yoong!!” panggil Donghae.

Ia tak mendapatkan jawabannya. Donghae segera menyusul Yoona dikamar dan menunjukkan semua belanjaannya itu. “Yoong,” panggil Donghae.

Yoona menatap Donghae sembari tersenyum. “Ini es krim yang kau inginkan,” ucap Donghae. Kini pria itu telah duduk didekat istrnya.

“Kenapa banyak sekali. Oppa?” tanya Yoona heran.

“Sengaja untuk persediaan jika kemauan aneh mu datang tiba-tiba,” ucap Donghae membuat Yoona mendelik. “Ini permintaan bayi kita, Oppa,” ucap Yoona kesal.

“Ne .. Ne .. Itu memang keinginannya. Aku tahu itu. Baiklah, makan yang banyak. Oppa tidur dulu,” ucap Donghae melepaskan jaketnya kemudian bersiap untuk tidur kembali namun dengan segera ditahan oleh Yoona.

“Ada apa lagi?” ucap Donghae dengan mata yang sudah berkantung. Yoona tersenyum, “Oppa harus menghabiskan es krim strawberry ini. Ini permintaan bayi kita, Oppa,” ucap Yoona dengan wajah inouncentnya.

“MWO?!!”

Flashback end …


Setelah membeli dua buah es krim yang diinginkan Haeyo dikantin rumah sakit, Donghae segera kembali kekamar inap Yoona.

Matanya menatap lurus kedepan. Ia terkejut ketika beberapa orang perawat serta dokter keluar dari kamar istrinya. Segera Donghae berlari mendekati dokter tersebut.

“Apa yang terjadi dokter?” tanya Donghae panik.

Wajah dokter itu terlihat serius, “Tuan Lee Donghae. Selamat, istri anda sudah sadar. Kondisinya mulai berangsur membaik,” ucap Dokter Kim membuat Donghae membeku seketika.

Benarkah itu? Inikah akhir dari penantian panjang ku? Air matanya pecah, segera ia berlari masuk kedalam kamar Yoona. Dilihatnya wanita itu sedang membelai rambut Haeyo lembut.

“Yoong ..” desis Donghae pelan. Yoona tersenyum ke arah Donghae. Donghae menjatuhkan es krim yang berada ditangannya. Ia berlari menghampiri Yoona, lalu memeluk erat wanita itu.

Donghae menangis haru didalam pelukan istrinya. Inilah saat-saat yang paling ditunggu Donghae. Ia bahagia karena semua doanya telah dikabulkan oleh Tuhan. Berkali-kali ia mengucap syukur atas mukzizat yang telah diberikan Tuhan padanya.

Rasa rindu itu meluap seiring dengan kebersamaan yang tercipta di antara keluarga kecil itu. Donghae tahu, cintanyalah yang akan menuntun Yoona kembali kedalam kehidupannya. Kesabarannya selama ini akhirnya membuahkan hasil.

“Yoong, aku merindukan mu. Sangat merindukan mu,” ucap Donghae.

“Nado, Oppa,” ucap Yoona lirih. Hatinya kini merasakan kebahagiaan yang tak terkira. Akhirnya ia bisa bersama-sama kembali dengan suami beserta anaknya yang sangat cantik itu. Perjuangan besarnya terbayarkan sudah.

Keduanya hanyut akan dunianya sendiri hingga tak sadar sedari tadi sepasang mata malaikat kecilnya tengah menatap penuh tanya kearah Ayahnya. Ditariknya t-shirt polo milik Donghae.

“Appa, es krim ku mana?” tanya Haeyon membuat Donghae dan Yoona tertegun. Mereka saliang berpandangan.

“Appa janji akan membelikannya kan? Mana?” tagih Haeyo.

Donghae menoleh kearah dua es krim yang terjatuh di lantai. “Mainhae, Appa menjatuhkannya,” sesal Donghae.

Haeyo menyilangkan kedua tangannya, ia memasang wajah cemberut. “Aku ingin es krim strawberry,” rajuk Haeyon.

Yoona tersenyum dibalik bibir pucatnya. Dilihatnya wajah malaikat kecilnya yang begitu menggemaskan, sungguh anugerah Tuhan ia masih diberi kesempatan untuk tetap hidup merasakan kebahagiaan yang tiada taranya itu.

“Aish! Baiklah Tuan Putri Haeyo. Appa akan membelikannya nanti,” tawar Donghae. Ia tahu jawabannya pasti tidak, karena gadis kecilnya itu sangatlah keras kepala.

“Shiro! Aku mau sekarang.” Spontan Donghae dan Yoona tertawa bersamaan.

Akhirnya semua cobaan akan berujung dengan kebahagiaan jika kita menjadi kuat. Sekeras apa pun kehidupan ini menempa mu, satu yang harus tetap diyakini bahwa semua akan terlihat indah pada waktunya sekali pun kita tidak mengetahui kapan hal itu akan terjadi. Hadapi semua dengan jiwa besar, karena dengan begitu kau akan merasakan bagaimana rasanya mencintai dan dicintai seseorang dengan setulus hati. Bersabar serta tabah itulah kunci sukses untuk menjalani segala cobaan yang berat. Percaya bahwa selalu ada mentari yang siap menyinari hidup mu walau segelap apa pun kau terpuruk.

***

Aku yakin cinta ini akan tetap utuh …
Bahkan menjadi abadi selamanya …
Semua janji yang telah kita ucapkan bersama, adalah ikrar yang terus mengikat jalan hidup kita ..
Menjadikan kita tetap satu dalam asa serta angan semu …
Percayalah bahwa aku disini menggenggam tangan mu erat …
Membasahi cinta kita dengan air mata kasih yang menyubutkan …
Kau tetap terlihat cantik, baby … Bagaimana pun keadaan mu …
Karena aku mencintai mu bukan dengan mata, tapi dari hati …
Mengertilah bahwa aku selalu menangisi mu setia malam dan setiap harinya …
Tapi tak pernah ku sesali semua itu, karena kini telah tergantikan oleh tawa mu yang begitu ku  rindu …
Tak perduli sudah berapa liter kuhabiskan air mata ini …
Yang terpenting kini kau telah kembali kepada ku untuk merajut cinta yang baru …
Saranghae Im Yoona …

-Lee Donghae-


The End

Minggu, 15 Januari 2012

[One-Shoot] Love Request


Annyeong.. huahh..sekarang kita kembali ke fanfic YoonHae…our beloved couple..

Sepertinya author sudah kehilangan inspirasi lagi,, tapi masih pengen terus buat fanfic..yahh ini lah hasilnya yang bisa author buat..aku harap tidak mengecewakan.. dan siapkan tempat senyaman mungkin karena fanfic ini cukup panjang..

Let’s read Yoonaders ^^

~~~0o0o0o0~~~
Im Yoona, seorang wanita ceria dan polos, harinya selalu di lewatinya dengan senyuman. Apalagi bila bertemu dengan sang pujaan hati, Lee Donghae, lelaki tampan dan cuek dengan hati sedingin es mampu merenggut hati Yoona. Eittss,, tapi Donghae dan Yoona bukanlah sepasang kekasih, Yoona sangat sangat sangat menyukai, memperhatikan Donghae dan ingin selalu berada di samping namja itu, dan Donghae tahu akan hal itu, Donghae tahu kalau Yoona menyukainya karena Yoona selalu menunjukkan rasa sayangnya dan kekaguman itu pada Donghae, tapi Donghae selalu mengabaikan Yoona dan bersikap biasanya saja, terkadang jika sedang sensitif Yoona sering kena marah dari Donghae karena selalu mengikutinya, tapi Yoona tetap tak menyerah, Yoona hanya ingin berada di samping Donghae.


“oppa…Lee Donghae oppa.. tunggu aku..” pinta Yoona yang masih berusaha sekuat tenaga mengejar langkah Donghae.

Donghae tak bergeming, tetap mempercepat langkahnya.

“oppa…”teriak Yoona lagi, dan akhirnya bisa menyamai langkah kaki namja itu.

“kenapa jalannya cepat sekali oppa ? apa kau sedang terburu-buru ??

“tidak, aku hanya bosan melihatmu tiap hari, jadi aku mempercepat langkahku agar kau tidak bisa mengejarku!” ucap Donghae ketus.

Yoona hanya tersenyum kecut mendengarnya. “tapi aku juga berhasil mengejarmu kan oppa ??”

“sudahlah..”

“oppa, kau mau kemana ??

“ke toilet, kau juga mau ikut ??

Yoona menggelengkan kepalanya.

“oppa, aku menunggumu di depan gerbang sekolah, kita pulang bersama
ya..” teriak Yoona dari kejauhan.


Lagi-lagi Donghae tak memperdulikannya, dia hanya berlari menjauh dari Yoona.

Yoona tetap tersenyum melihat tingkah Donghae yang selalu menjauh darinya, kakinya pun di langkahkan menuju gerbang sekolah, tempatnya untuk menunggu Donghae untuk pulang bersama. Walaupun dia tahu, harapan untuk pulang bersama Donghae baginya sangat tipis karena Donghae selalu melarikannya ketika pulang sekolah.

~~~0o0o0o0~~~

Donghae POV

Aku tahu dia seorang wanita baik hati, polos, pintar, juga cantik, bahkan sangat cantik, perhatian dan sangat sangat menyukaiku. Aku tahu semua hal itu, tentu saja karena dia selalu menyatakan rasa sukanya itu secara terang-terangan padaku.

Tapi masalahnya, dia tidak bisa sepenuhnya mengerti rasa suka itu. Dia terlalu memberikan perhatian yang teramat berlebihan padaku. Hampir setiap jam dia selalu menghubungiku dan menanyakan keadaanku, padahal kami sama sekali tidak mempunyai hubungan special. Hanya dia yang menyukaiku, dan akuu ?? sampai sekarang aku belum merasakannya.

Terkadang aku bosan padanya,selalu mempermainkannya, mengerjainya, membodohinya, tetapi tetap saja dia tidak bosan dan selalu mengangguku. Aku sudah berusaha semampuku menghindarinya, tetapi tetap sja dia bisa menemukanku. Sampai akhirnya aku menyerah, semua yang kulakukan sia-sia, kubiarkan semua berjalan apa adanya sampai dia sendiri yang bosan selalu mengikutiku.

Dan sekarang, aku harus rela lagi pulang bersamanya, mendengarkan ceritanya yang sangat membosankan sepanjang jalan.


“Donghae-ah….” Kudengar suara Eunhyuk memanggilku. “kau mau kemana ?” tanyanya

“aku mau pulang, dan kau ??”

“aku juga..”

“baiklah, kita pulang bersama” kataku kemudian merangkul pundak sahabat baikku itu.


Sampai di depan gerbang, kulihat Yoona sedang sendiri menungguku. Saat melihatku dia tersenyum, tapi aku membalasnya hanya dengan tatapan rasa tak senang.

“woahhh,, lihatlah.. peri cantikmu itu sepertinya tengah menunggumu pulang Donghae-ah” seru Eunhyuk ketika melihat Yoona yang tengah berjalan ke arahku.

“sudahah Eunhyuk-ah, lebih baik kita cepat pergi dari sini”.


Tapi baru saja akan mengambil ancang-ancang melarikan diri dari Yoona, dia sudah berdiri tepat disampingku.

“opppaaaaa…”teriaknya di telingaku.

“Yoona, sebaiknya kau pulang saja sendiri, aku akan pulang bersama Eunhyuk”

“benarkah ?? heuhh padahal aku sudah menunggumu disini dan bersemangat akan pulang bersamamu hari ini” raut wajahnya tiba-tiba kusut.

“hum..bagaimana kalau kita pulang bertiga saja ?” usul Yoona.

“aku sih terserah Donghae..”jawab Eunhyuk

Author POV

Donghae mendengus kesal dan akhirnya setuju untuk pulang bertiga. Karena jarak rumah Donghae tak terlalu jauh dari kamus mereka pun memutuskan untuk berjalan kaki. Akal Donghae tidak berhenti begitu saja, Donghae kemudian mempercepat langkahnya dan menyuruh Eunhyuk juga ikut  mempercepat langkahnya. Akhirnya, Yoona pun jalan terbelakang sendiri.

Tak mereka duga, hari itu turun hujan yang cukup deras. Yoona yang selalu sedia payung di tasnya pun mengeluarkan payung itu dan segera berlari keil mengejar Donghae dan Eunhyuk untuk bersama menggunakan payung itu.


“oppa….gunakan payung ini…” uacp Yoona seraya memberikan payung itu pada Donghae.

Donghae mengambil payung itu tapi hanya menggunakan untuk dirinya sendiri dan Eunhyuk, tidak memberikan sedikit tempat pun untuk Yoona.

 
“oppa…aku tidak mendapat bagian dari payung itu,  lihatlah bajuku sudah basah…”rengek Yoona.

“yaaa !! kalau aku memberikanmu bagian dari payung ini aku yang akan basah kuyup Im Yoona!!! siapa suruh kau membawa payung yang kecil..”Donghae balik mengomeli Yoona

“tapi kan oppa,,,,”

“sudahlah..”sela Donghae, “jika memang kau tak ikhlas memberikan payung ini, lebih baik ambil saja payung ini !” Donghae menyodorkan kembali payung itu untuk Yoona.


“aniyo..tidak perlu oppa..sepertinya oppa yang lebih membutuhkannya..”tolak Yoona.

Dia pun kembali berjalan seorang diri di belakang Donghae dan Eunhyuk di tengah luapan hujan deras yang turun saat itu.

Tak sekalipun Donghae menoleh kearah Yoona yang tengah kedinginan di belakangnya, sampai tinggal mereka berdua di depan rumah Donghae.


“ini payungmu…lain kali bawalah payung yang lebih besar..” ucap Donghae, sama sekali bukan ucapan yang di harapkan Yoona, yaitu ia ingin Donghae mengucapkan terima kasih dengan senyuman padanya.

Perlahan Yoona meraih payung itu dari tangan Donghae.

“oppa, apa kau tidak membiarkan aku masuk ke rumahmu ?? oppa kan lihat aku basah kuyup seperti ini” pinta Yoona

“andwe ! enak saja kau mau masuk ke rumahku..”

“oppa.. aku sudah sangat kedinginan,,dan tak sanggup lagi berdiri lebih lama disini,, bagaimana kalau aku tiba-tiba pingsan ?? kemudian sakit parah lalu meninggal ?? bisa-bisa keluargaku akan menuntutmu ke penjara oppa..”


Donghae sedikit terkejut mendengar pernyataan Yoona, kemudian sejenak berfikir.

“ayolah oppa........”pinta Yoona lagi.

“baiklah…tapi awas saja kau kalau berani menyentuh barang-barangku !!”

Yoona dengan senangnya masuk kerumah Donghae.

“huahh..rumahmu benar-benar luas dan bersih oppa…”seru Yoona saat pertama masuk ke ruang tamu, tak cukup hanya disitu, kakinya pun dilangkahkannya menuju ke ruangan lain.
 
“yaa…Im Yoona, kau mau kemana ?? aku hanya mengizinkanmu masuk ke ruang tamu !!” teriak Donghae kesal melihat tingkah Yoona, tapi Yoona tak menghiraukannya.

“hwaaa…kapan yah aku bisa menjadi Nyonya Lee dan menjadi istri dari tuan rumah ini ??” gumam Yoona.

“yaa… jangan menghayal terlalu tinggi, Im Yoona ! tak semudah itu kau bisa menjadi Nyonya Lee !! jadi berhentilah berharap !!”

Yoona hanya tersenyum pelan mendengar jawaban Donghae, tapi kemudian pandangannya beralih pada sesuatu yang menarik perhatiannya. Rasa penasarannya membuatnya melangkah mendekati seseorang yang tengah berada di balkon rumah itu.


Seorang pria yang tengah tertidur sambil duduk di atas sebuah kursi roda, perlahan di perhatikannya wajah namja itu.

“dia sangat putih dan tampan…” gumam Yoona pelan.

Namja itu perlahan membuka matanya, dan memperhatikan Yoona.

“kau siapa ?” ucapnya

Yoona tersenyum kemudian mengulurkan tangannya pada namja itu.

“perkenalkan, namaku Im Yoona..”

“Kim Kibum imnida..” jawabnya.

“apa kau adik dari Donghae oppa ?”

Namja bernama Kibum itu mengangguk, “lebih tepatnya adik angkat, apa kau datang bersama Donghae hyung ??”

“ ne..”

“apa kau kekasihnya ??”

Yoona tersenyum malu, “bukan, aku adalah calon istri Donghae oppa”

“mwo benarkah ???” Kibum terlihat terkejut.

“hehe, aniyo…aku hanya bercanda, walaupun aku sangat mengharapkan hal itu”

Kibum tertawa melihat pernyataan polos Yoona.

Baru saja mereka mulai akrab berbincang satu sama lain,tiba-tiba Donghae datang di antara mereka. “Yoona, apa yang kau lakukan disini ?”

“oh Donghae oppa, aku baru saja berkenalan dengan calon saudara iparku, Kibum” Yoona senyum cengengesan.

“jangan pernah berkata hal yang tidak mungkin terjadi Im Yoona!” kesal Donghae

“wae oppa ?? apa kau tidak mau jadi suamiku ??”

“sudahlah, aku tidak mau membicarakan hal bodoh itu. Lebih baik sekarang kau pulang, hujan sudah berhenti” Donghae menarik pergelnagan tangan Yoona untuk segera meninggalkan tempat itu.
 
“tunggu dulu oppa, aku harus berpamitan dengan Kibum” Yoona lalu berpamitan dan membungkuk 90 derajat pada namja yang baru di kenalnya itu.

“senang bertemu denganmu hari ini Kibum oppa, aku harap kita bisa bertemu lagi, Annyeong”

Beberapa menit kemudian, Yoona sudah sampai di depan gerbang rumah Donghae.

“oppa, hari ini sangat menyenangkan, gomawo oppa..” Yoona melambaikan tangannya pada Donghae. Tapi Donghae tak meghiraukannya dan langsung menutup pintu gerbang rumahnya tanpa melihat Yoona dan membalas lambaian tangan gadis itu.
 
Yoona hanya tersenyum lemah melihat tingkah Donghae yang selalu sama dengannya.

“oppa, begitu tidak sukanya kah kau padaku sampai membalas lambaian tanganku pun kau tidak bisa??” ucap Yoona dalam hati.

~~~0o0o0o0~~~
Pagi di kampus, tampak Yoona yang tengan duduk di salah satu bangku sepanjang koridor kampus itu yang tak jauh dari kelas Donghae berada. Seharian kemarin bersama Donghae tak menyurutkan semangat Yoona yang selalu ingin berada di samping lelaki itu. Di tunggu namja itu hampir satu jam, tapi Donghae belum juga menampakkan wajahnya.

“tumben sekali Donghae oppa datangnya lama, apa dia tak datang kampus hari ini ?gumam Yoona pada dirinya sendiri.

Tak berselang lama, Eunhyuk sahabat Donghae baru saja datang. Yoona lalu menghampiri namja itu.

“Eunhyuk oppa” panggilnya

“apa Donghae oppa tidak datang sekolah hari ini ??  aku sudah menunggunya hampir satu jam disini, tapi dia belum juga muncul”

“kau tidak tahu ?? Donghae hari ini tak masuk sekolah, dia sedang sakit” jelas Eunhyuk.

“mwo ? sakit ??”

“dia sakit apa, oppa ??

“molla, dia hanya bilang begitu padaku, kau punya nomor telepon Donghae kan ? kenapa kau tidak meneleponnya saja ?

Yoona sontak menepuk jidatnya “aigoo, benar juga. Kenapa tidak terpikirkan olehku, baiklah aku telepon Donghae oppa sekarang, gomawo Hyukkie oppa”

Yoona lalu menekan tombol 1 pada handphone miliknya. Segera di hubunginya namja itu.

“yeobeseyeo Donghae oppa ??” sapa Yoona dari telepon.

“waeyeoo ??” jawab Donghae ketus.

“kenapa oppa tidak datang kampus ? oppa sakit ? sakit oppa ?? sudah minum obat ? apa aku harus datang menjengukmu?”Tanya Yoona beruntun.

“yaaa !! tak bisakah kau bertanya satu persatu ? kau membuat kepalaku tambah pusing !”

“hehe, mianhe oppa. Aku hanya terlalu khawatir, biasalah bawaan calon istri !”

“ya Im Yoona ! berhentilah berharap! Sudahlah aku bosan bicara denganmu !” Donghae langsung menutup sambungan teleponnya. Yoona hanya menatap kesal karena teleponnya langsung di putuskan.

“huh oppa ? tak bisakah kau bicara lebih lembut padaku ?aku hanya ingin mengetahui keadaanmu” gumam Yoona dalam hati.

~~~0o0o0o0~~~
Di tempat lain, Donghae masih berbaring lemas di tempat tidurnya. Air hujan yang mengenainya hari sebelumnya membuat tubuhnya sedikit panas dan pusing, apalagi di tambah setelah menerima telepon dari Yoona, membuat kepalanya semakin pusing.

“huh, kalau saja aku kemarin tidak pulang bersama gadis aneh itu, mungkin sekarang aku tidak akan sakit” keluh Donghae.

Tak berapa lama, adik satu-satunya, Kibum datang menemuinya.

“hyung, kau sudah minum obat ?” Tanyanya

“aniyo, aku lupa membelinya. Lagipula aku hanya demam biasa, isirahat saja sudah cukup” jawab Donghae
“ baiklah kalau begitu, lebih baik hyung sekarang istirahat”

Donghae mengangguk kemudian perlahan menutup matanya untuk sejenak istirahat. Tapi belum sampai semenit Donghae terlelap, tiba-tiba suara bel rumah itu berbunyi.

“aigoo, siapa yang sudah datang pagi-pagi begini ?” kesal Donghae.

“biarkan saja aku yang buka pintunya hyung” Kibum kemudian menggiring kursi rodanya dengan tangannya sendiri.

“annyeong haseyeo…” sapa seseorang di balik pintu itu.

“oh, kau Yoona kan ??”

“benar oppa, senang sekali kau masih mengingatku dan bertemu lagi denganmu, bagaimana keadaanmu oppa ?”

“baik, kenapa pagi-pagi kau sudah datang kesini ??”

“aku ingin bertemu dengan calon suamiku,, uppss..maksudku Donghae oppa..katanya dia sakit, aku ingin menjenguknya”

“dia ada di kamar” Kibum kemudian mengantar Yoona menuju kamar Donghae.

“Donghae oppa…..” seru Yoona saat melihat Donghae yang tengah terbaring. Donghae pun kembali membuka matanya melihat kedatangan Yoona.

“yaa..kenapa kau bisa ada disini ?” ucap Donghae dengan nada yang cukup tinggi

“oppa, bicaralah pelan sedikit, kau kan sedang sakit. Aku datang melihat keadaanmu oppa”

“aku tak butuh kedatanganmu, kau hanya membuat kepalaku tambah sakit tau!” ketus Donghae

“mian oppa, aku tak bermaksud membuatmu tambah sakit. Aku hanya ingin melihatmu dan membawakan obat dan beberapa buah segar untukmu” Yoona perlahan mendekati Donghae dan meletakan bingkisan yang di bawanya di meja dekat tempat tidur.

“aku sudah bilang, aku tidak membutuhkan semua ini” Donghae yang saat itu tidak bisa mengontrol emosinya langsung membuang semua bingkisan yang di bawa Yoona.

“Donghae hyung…” Kibum terkejut melihat tingkah hyungnya yang sudah berlebihan pada Yoona. Apalagi Yoona, hanya bisa berdiri mematung tak menyangka perbuatan oppa yang selalu menjadi idolanya.

“oppa…” ucap Yoona bergetar.

“hyung, bersikaplah lebih sopan pada Yoona. Kalau kau tidak suka, apa susahnya untuk mengatakannya, jangan membuangnya seperti ini !”

“aku tidak suka dia datang kesini, dan kau Im Yoona, lebih baik pergi dari sini!”

Dengan sekuat tenaga di tahannya air matanya agar tidak tumpah di tempat itu.

“kau membuatku kecewa oppa” Yoona pun berlari dari tempat itu. Ingin Kibum mengejar gadis itu, tapi keterbatasannya membuat dia mengurungkan niatnya.

“apa yang baru saja kau lakukan pasti sangat membuatnya kecewa, hyung. Yoona pasti sangat sedih”

Perasaan bersalah mulai timbul di benak Donghae. Apalagi ketika ia sempat melihat Yoona menjatuhkan air matanya, itu adalah pertama kalinya dia melihat gadis itu menangis. Padahal selama ini dia sadar kalau dia selalu berbuat kasar dengan Yoona, tetapi gadis itu tetap sabar dan tersenyum.

“apa aku terlalu keterlaluan ?” benak Donghae

“kau harus meminta maaf pada Yoona, hyung” ucap Kibum lalu kemudian pergi meninggalkan Donghae sendiri.

~~~0o0o0o0~~~
“kenapa Donghae oppa selalu kasar padaku ?? mengapa semua yang ku lakukan selalu salah dimatanya ? oppa, kenapa begitu sulit untukku masuk ke dalam hatimu ?? sudah tak adakah ruang di hatimu lagi untukku ?” perlahan-lahan air mata Yoona jatuh ketika mengingat sesosok namja yang selalu memenuhi hatinya.

“ aku sangat sangat menyukaimu oppa ! kenapa kau juga tidak bisa menyukaiku sedikitpun ? bahkan berada di dekatku pun kau tak suka. Apa yang harus ku lakukan ?? hati ini sangat kecewa denganmu oppa. Rasanya sudah cukup atas semua yang kau lakukan untukku !

~~~0o0o0o0~~~
Donghae masih membayangkan yang terjadi pagi hari tadi. Namun deringan bunyi i-phone nya membuyarkan semua bayangannya. Sebuah pesan singkat dari Yoona, dengan segera Donghae membukan pesan itu.

“oppa, jangan lupa minum obat. Semoga kau cepat sembuh. Good night oppa !” 

Donghae tersenyum tipis membaca pesan itu, “kukira dia beneran marah padaku” batinnya lalu perlahan menutup matanya.

Esoknya, Donghae sudah bersiap untuk pergi ke kampus. Tak berapa lama, dirinya sudah berada di depan kelasnya. Dia sedikit terkejut karena pagi itu dia tidak melihat keberadaan Yoona yang selalu menunggunya di depan kelas.

Setelah berkutat hampir 2 jam dengan mata kuliahnya, akhirnya berakhir juga tanpa dirasa. Donghae sengaja berdiam lebih lama di kelasnya, karena dia tahu sudah kebiasaan Yoona yang pasti akan menuggunya di depan kelas sampai pelajarannya berakhir. Tapi, sampai 30 menit Donghae mununggu, Yoona juga tak muncul, “aisshh,, sebenarnya gadis aneh itu kemana ? tumben sekali dia tidak ada di depan kelas!!” batinnya.

Donghae pun memutuskan keluar kelas. Hampir setengah jam lamanya Donghae berkeliling kampus namun sosok Yoona tak juga di lihatnya. “apa dia tidak datang kampus hari ini ?” Namun dugaannya salah, baru berapa saat, Yoona melintas di depannya. Donghae pun mengalihkan pandangannya kea rah Yoona.

Tapi Yoona hanya berjalan dan langsung melewatinya tanpa menoleh sedikitpun kearahnya. Tak biasanya Yoona bersikap dingin seperti itu padanya, biasanya dia kalau melihat Donghae, Yoona akan kegirangan dan langsung merangkul Donghae. Tapi kali ini berbeda, bahkan tersenyum padanya pun tidak. “apa dia benar-benar marah ?” gumamnya.

~~~0o0o0o0~~~
Yoona POV

“yeah, kamu berhasil Im Yoona !” seruku pada diriku sendiri. Aku berhasil tidak menghiraukan Donghae oppa, walau rasanya cukup sulit, karena aku tak biasa melakukan hal ini. Wa….hari ini Donghae oppa sangat tampan, ingin sekali rasanya aku memeluknya dan menggandeng tangannya. Huh..andwe !! kau tidak boleh menyerah Im Yoona, ini baru sehari ! sehari ?? omona…bagaimana dengan hari-hari selanjutnya ?? jangan menyerah Im Yoona ! ini cara terbaik untuk melupakan Donghae oppa ! hwaiting !” ucap Yoona penuh semangat.

 ~~~0o0o0o0~~~

Aku melangkahkan kakiku berjalan tak tentu arah, yang jelas sedang tidak ingin berada di rumah, apalagi kamarku, disana sangat banyak foto Donghae oppa yang kutempelkan di dinding. Belum sempat aku membukanya. Saat aku mengangkat kepalaku, kulihat seseorang yang sedang kesulitan menggerakan kursi roda yang di gunakannya.

“gwenchana ??” tanyaku pada orang itu sesaat setelah memperbaiki kursi rodanya yang sedikit macet ketika itu.

Namja berkursi roda itu mengangkat kepalanya, “oh..Yoona ??” ucap namja itu yang ternyata Kibum

“Kibum oppa..tak menyangka bertemu denganmu disini”

“ na ddo..gomawo Yoona, kau sudah membantuku”

Yoona tersenyum, “ne oppa…ini sudah tugasku sebagai calon…………” Yoona tak melanjutkan kata-katanya

“wae ?? bukankah kau ingin mengatakan calon istri Donghae hyung ?? terka Kibum

Yoona menggeleng, “aniyo oppa…sudahlah jangan lagi bicara tentangnya..lebih baik sekarang kuantar kau pulang”

“tak usah Yoona, aku bisa pulang sendiri” tolak Kibum

“tapi oppa, kalau terjadi sesuatu dijalan denganmu nanti bagaimana ?? sudahlah, biar aku yang mengantarmu..lagipula rumah oppa kan tidak jauh dari sini”

Kibum pun mengangguk setuju..sambil bercerita, Yoona mendorong kursi roda Kibum sampai ke rumah namja itu.

“gomawo Yoona” ucap Kibum sesaat setelah mereka sampai di depan rumahnya.

“sama-sama oppa” jawab Yoona.

Belum berapa detik, Donghae tiba-tiba muncul di depan rumah itu, dan segera menghampiri Kibum.

“Bum-ah..kau darimana saja ? aku dari tadi mencarimu !” ucap Donghae

“mainhae hyung..tadi aku bosan di rumah, jadi aku jalan-jalan sebentar” jawab Kibum. Setelah memastikan keadaan Kibum baik saja, Donghae mengalihkan pandangannya pada Yoona yang datang bersama Kibum.

“ya….kenapa kau bisa ada disini ??”

“Yoona tadi yang menolongku Hyung” Kibum menjawab pertanyaan Donghae yang di tujukan untuk Yoona.

“baiklah..aku permisi pulang dulu..sampai bertemu lagi Kibum oppa, annyeong” Yoona pamit pulang dan melambaikan tangannya pada Kibum, tanpa menghiraukan Donghae yang ada di sampingnya.

“huh ! bahkan berpamitan padaku pun tidak !” batin Donghae sambil menunjukan wajah masamnya.

“Yoona itu wanita baik dan cantik. Aku heran, kenapa hyung bisa tidak jatuh cinta padanya” celoteh Kibum kemudian masuk perlahan ke rumah itu. Donghae hanya mendengus kesal mendengar ucapan Kibum kemudian mengikutinya masuk ke rumah itu.

Beberapa hari kemudian….

Donghae semakin kesal melihat tingkah Yoona yang selalu saja mengabaikannya. Jujur di hatinya yang paling dalam, ia juga turut merindukan rengekan manja Yoona, suaranya bahkan gandengan tangannya. Donghae benar-benar merasakan kehilangan sosok Yoona, apalagi di tambah sedikit rasa cemburu yang timbul di benaknya karena Yoona semakin dekat dengan Kibum.


“aishh…aku benar-benar frustasi !! kenapa aku terus memikirkannya ??!!” ucap Donghae tanpa sadar, mengagetkan sahabatnya Eunhyuk yang tengah duduk di sampingnya.

“yaa..ada apa denganmu, Hae-ah ??” Tanya Eunhyuk, tapi yang di tanya hanya terdiam tak menghiraukan ocehannya.

“Hae-ah..sepertinya beberapa hari belakangan aku melihatmu wajahmu selalu terlihat masam,, apa karena ditinggal si peri cantikmu itu ??”

Donghae hanya menghela napasnya berat, “sudahlah Hyuk-ah, jangan bicarakan lagi tentang yeoja itu!”

“wae ?? ya….jangan-jangan kau sudah mulai jatuh cinta padanya ??” goda Eunhyuk.

“hahaha,, mana mungkin aku jatuh cinta pada yeoja aneh seperti itu” Donghae mengelak.

“yaa !! siapa yang kau bilang yeoja aneh, Donghae oppa ??” suara Yoona tiba-tiba mengagetkan EunHae.

“kau….kenapa kau bisa ada disini ??”

“wae ?? salah aku ada disini..ini juga kampusku.. tapi tenanglah, aku tidak akan menganggumu lagi.” Ucap Yoona jutek

“lalu, untuk apa kau datang menemuiku disini ??

“hyaa….siapa bilang aku ingin menemuimu ?? aku disini untuk memberikan buku ini untuk Eunhyuk oppa, sama sekali tak ada urusannya dengamu” ucap Yoona seraya memberi sebuah pada Eunhyuk.

“gomawo Yoong-ah” balas Eunhyuk setelah menerima buku itu.

Yoona mengangguk, “baiklah, sebaiknya sekarang aku pergi. Sepertinya temanmu itu sudah tidak tahan melihatku” Yoona lalu beranjak pergi dari hadapan EunHae.

Donghae hanya memandangi Yoona yang berjalan semakin menjauh dari mereka.

@HaeBum House

Donghae berjalan semakin cepat memasuki rumahnya ketika ia mendengar suara tawa dari dalam rumahnya. Ia sedikit kaget ketika melihat Yoona dan Kibum sedang nonton film komedi sambil tertawa terpingkal-pingkal. Donghae sejenak melirik Yoona tapi kemudian juga berusaha mengabaikan wanita itu.


“ya…kenapa kalian berisik sekali ??”omel Donghae ketika mendengar tawa YoonBum semakin keras.

“mianhe hyung, tapi film ini terlalu lucu. Kami tidak bisa menahan tawa” ucap Kibum sambil terus tertawa.

“lagipula, kalau kau terganggu kenapa kau tidak pergi di kamarmu saja ??”Yoona menambahkan.

“yaa !! ini rumahku, jadi aku berhak nonton dimana saja !” sahut Donghae, tapi ucapannya itu di abaikan dengan Yoona dan Donghae karena mereka langsung melanjutkan nontonnya. Donghae kembali mendengus kesal.

“Yoong !! aku lapar..” tutur Kibum pada Yoona yang tengah nonton.

“ mau aku masakan sesuatu untukmu oppa ?” Tanya Yoona

Kibum mengangguk cepat, “ne. oppa ingin makan spaggethy”

“arasseo, tunggu sebentar ya oppa !”

Yoona pun berjalan menuju dapur untuk memasak, tapi langkahnya keburu terhenti ketika mendengar suara rengekan Donghae.

“yaa..!! Im Yoona ! siapa bilang kau boleh menggunakan dapurku ?”

“aishh..ini dapur Kibum oppa juga, dan Kibum oppa mengijinkanku untuk memasak disini” jelasYoona

“ya..tapikan…..” ucapan Donghae terputus karena Kibum langsung menyelanya.

“Hyung, biarkan Yoona memasak..lagipula apa kau tidak lapar ?? kalau sudah masak, kan kita bisa makan bersama”

“yaa…mana mungkin aku mau makan masakan gadis aneh itu !” tukas Donghae, tapi Yoona tak mempedulikannya dan tetap memasak.

Tak berapa lama kemudian Yoona telah selesai memasak.

“Hyung, kau benar-benar tak ingin makan ??

Donghae tetap bersikeras untuk tidak makan, padalah dia sendiri sudah tidak bisa menahan lapar di perutnya. Dia hanya ingin menjaga image nya di depan Yoona.

“sudahlah oppa, tak usah mengajaknya. Dia tidak ingin makan karena ada aku disini” ucap Yoona lalu memulai makannya. Donghae mendengar Yoona hanya memanyunkan bibirnya.


Setelah selesai makan, Kibum dan Yoona memilih untuk menghirup udara segar di balkon rumah itu. Karena rasa penasarannya, Donghae mengintip apa yang sedag di lakukan Yoona dan Kibum di tempat itu.

“sepertinya mereka tertidur” ucap Donghae. Kakinya pun perlahan di langkahkan mendekati Yoona yang tertidur di samping Kibum yang juga tertidur di atas kursi rodanya.

“aku sungguh tidak tahu kalau kau begitu marah padaku..aku hanya..sedikit menyesal” gumamnya pelan. Tak ingin membangunkan gadis itu.

Tangannya perlahan ingin menyentuh wajah gadis itu. “aku baru sadar kalau kau benar-benar cantik.. aku juga merindukan senyumanmu padaku” lanjutnya lagi. Tepat ketika tangannya akan menyentuh wajah Yoona, gadis itu tiba-tiba membuka matanya.

Menyadari hal itu, Donghae terkejut dan langsung lari terbirit-birit meninggalkan Yoona.


“huaammm” Yoona menguap, menyadari dirinya baru saja terbangun.

“wahh..sudah mulai sore..aku harus segera pulang” ucapnya, lalu dia dengan lembut membangunkan Kibum yang tengah tertidur di sampingnya.

“bum oppa…oppa…” ucap Yoona. Namja itu perlahan membuka matanya.

“hm..sepertinya kita tertidur disini” gumam Kibum.

“ne oppa.. sebaiknya aku segera pulang..ini sudah sore..sampai ketemu besok oppa”

Yoona melambaikan tangannya dan berbalik meninggalkan namja itu.

@night

Donghae belum bisa menutup matanya, mengingat kemesraan Kibum dan Yoona saat berada di rumahnya.

“aishh..sejak kapan mereka jadi sedekat itu ??” tuturnya kesal.

Dipandanginya ponsel miliknya, ingin dihubunginya Yoona dan menanyakan keadaannya, tapi ia terlalu gengsi untuk melakukan hal itu.

Tiba-tiba saja matanya terbuka lebar, ketika melihat nama Yoona memanggilnya. Donghae segera mengatur keadaan suaranya, membuatnya terasa normal seperti biasa.

“ yeobseyeo…” ucap namja itu lembut.

“hahaha…sejak kapan suaramu jadi selembut itu padaku ??” jawab Yoona dari seberangsana. Donghae baru menyadari suara begitu lembut dan langsung berubah jutek lagi.

“ya…….mau apalagi kau meneleponku ??” ucap Donghae dengan nada tinggi.

“aku hanya ingin mengetahui kabar Kibum oppa,”

“ya….!!! Kenapa kau menanyakan Kibum padaku ??

“kaukan hyungnya ! lagipula Kibum oppa juga tidak menggunakan ponsel. Bisakah kau memberikan teleponmu untuknya ??” pinta Yoona.

“Kibum sudah tidur !” jawabnya lagi-lagi jutek.

“hmm..baiklah..beritahu Kibum oppa besok aku akan menjemputnya untuk pergi jalan-jalan bersama”

“mwo ?? seharian tadi kau sudah bersamanya dan besok kau akan pergi bersamanya lagi ?? benar-benar sudahlah kelewatan!!

“aisshh..memangnya apa urusannya denganmu ?? sudahlah aku mau tidur!” Yoona langsung menutup teleponnya tanpa menunggu balasan dari Donghae.

“huahh !! tingkah gadis itu membuatku gila!!” Donghae mendengus kesal dan beberapa saat kemudian dia tertidur !”

~~~0o0o0o0~~~

Donghae berjalan mondar-mandir di depan teras rumahnya, menunggu kepulangan Kibum dan Yoona yang pergi sejak pagi tadi. Sesekali ia melirik jam tangannya, menghitung waktu berapa lama Yoona dan Kibum sudah pergi.

“aishh….kenapa mereka lama sekali ??” keluh Donghae sambil kembali melirik jam tangannya.

Tak sampai berapa menit, pintu gerbang rumah itu terbuka, dan tampaklah disana Yoona yang sedang mendorong kursi roda Kibum.

Donghae gelagapan dan panic, ia tidak ingin mereka berpikiran tida-tidak dengannya karena mondar-mandir tak jelas depan teras rumah. Ia langsung melesat ke belakang pintu rumah, sambil mengintip Yoona dan Kibum.


“nah oppa, sekarang kita sudah sampai!” seru Yoona.

Kibum mengangguk, “gomawo Yoona kau sudah menemaniku hari ini..”

“ne oppa, kalau begitu aku pulang dulu,” ucapnya sambil tersenyum pada Kibum.

Kibum membalas senyuman itu, tapi matanya kemudian melirik Donghae yang mengintip dari balik jendela.

“ah, Yoong tunggu” panggil Kibum sambil menahan tangan Yoona.

“wae oppa ??”

“sini, ada sesuatu yang harus kubisikan padamu..”

Yoona lalu mendekatkan telinga pada Kibum, dan tanpa di duga Kibum langsung mencium pipi Yoona. Yoona terkejut.

“oppa…” ucap Yoona terbata-bata.

“ini ucapan terima kasihku padamu, Yoong !”

Donghae mengepalkan tangannya, hatinya serasa terbakar melihat Kibum mencium Yoona.

“aishh..apa-apaan yang dilakukan Kibum ?? apa dia tidak tahu kalau Yoona hanya menyukaiku !!!” kesalnya..
 
Yoona kemudian mengangguk dan kembali tersenyum. “gwenchana oppa, aku pulang dulu..annyeong..”
 Yoona melambaikan tangannya sebelum berbalik meninggalkan Kibum
.
Kibum kemudian masuk ke dalam rumah.

“kau tak usah mengintip seperti itu, hyung..” celetuk Kibum. Donghae yang merasa persembunyiannya sudah diketahui langsung keluar dari balik jendela.

“kau marah aku mencium Yoona ??”

“iya marah..bahkan sangat marah !!” ucap Donghae dalam hatinya, tapi kemudian ia kembali berlagak santai, tak ingin perasaannya di ketahui Kibum, “aniyo..untuk apa aku marah!”

Kibum kemudian tertawa, “hyung..hyung..kenapa kau selalu membohongi perasaanmu, kau pasti sangat cemburu kan ??”

Donghae melototkan matanya menatap Kibum

“sudahlah, cepat kau kejar Yoona sana, jangan sampai aku berubah pikiran dan merebut Yoona darimu”

Tanpa pikir panjang lagi, Donghae langsung melesat berlari mengejar Yoona.


“Yoong..tunggu aku….” Teriak Donghae.

Yoona langsung menghentikan langkahnya, kemudian melihat namja yang tengah memanggil namanya, “Donghae oppa..” gumamnya..


Tak berapa lama, akhirnya Donghae sampai tepat di depan Yoona.

“ada apa ??” Tanya Yoona

“ada yang harus kukatakan padamu ??” ucap Donghae terengah-engah

“apa lagi ?? bukannya kau tak suka berbicara padaku ??” balas Yoona jutek

“tapi, Yoong” Donghae mencoba mendekati Yoona.

“jangan dekat-dekat denganku oppa, kau tak suka aku mendekatimu kan ??”

“Yoong…” kini donghae mencoba memegang tangan Yoona.

“tak usah pegang tanganku..dari dulu kau tidak suka aku menggandengmu..”

Donghae mulai frustasi karena Yoona belum memberikan kesempatan untuknya berbicara.

“jadi oppa lebih baik kita…….” Yoona mula berbicara lagi dan…


Chu~


Tanpa basa basi Donghae langsung mencium bibir Yoona, satu-satu cara agar menghentikan Yoona berbicara. Dan benar saja, Yoona langsung diam dan selama beberapa detik, akhirnya Donghae melepas ciumannya,

“Yoong….” Donghae mulai berbicara, “sebenarnya aku salah dan aku minta maaf untuk itu.. aku rasa aku benar-benar sudah gila... tapi satu hal yang perlu kau tahu aku benar-benar jatuh cinta padamu... dan aku baru menyadari hal itu saat kau mulai menjauh dariku.. aku hanya sudah terbiasa dengan dirimu, gandengan tanganmu, suaramu, semuanya yang ada pada dirimu dan aku tidak ingin kehilangan itu lagi…” ucap Donghae panjang lebar tapi Yoona hanya terus melototkan matanya membuat Donghae semakin kebingungan.


“Yoong, kau marah ???”

“mianhe Yoong..”

Yoona langsung memeluk Donghae, membuat namja itu menjadi sangat terkejut sekaligus senang karena kembali bisa merasakan dekapan hangat tangan Yoona.

“oppa, aku tidak mimpikan ?? yang kau katakan barusan benar kan ??”

Donghae tersenyum dan mengelus lembut kepala Yoona, “ne Yoona.. kau telah membuatku jatuh cinta padamu…”

“gomawo oppa..aku benar-benar sayang padamu..”

“nado, Yoong..”

“huah,,senangnya aku akan menjadi Nyonya Lee..” canda Yoona.

“aishh kau ini benar-benar..”

Keduanya lalu tersenyum, kemudian saling berpelukan lagi..

The End

gimana gimana ?? aishh..aku yakin ini tak cukup bagus.. baiklah, tapi aku tetap mengharapkan komentar kalian ^^
Don’t be silent reader..

Minggu, 25 Desember 2011

10th February [One-shoot]


Author          :  Dinda


genre            : Romance


Length          : Oneshoot


Cast              :  Cho kyuhyun
                         Choi Sooyoung

Tittle             : 10th February


annyeooooong readers, author bawa FF oneshoot niih #one-shoot lgi -.- , yah ini juga pesenan teman author, lebih tepat nya pacar sahabatku.. hhe. Oh ya, sebelum author mengizinkan readers untuk membaca, auhtor mau minta maaf yang sekecil-kecilnya#readers : lah, slah thor, yg bner minta maaf yang sebesar-besarnya.. #author : yaah, terserah dah. Oh ya, author tadi mau minta maaf buat gambarnya. Gambarnya selalu gaje, ya tau lah author kagak bisa ngedit. Jadi, beginilah hasilnya.. Ya sudahlah.. cukup cerita nya ...
Langsung Aja Ya...

HAPPY READING !!!

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Sooyoung POV

Aiissssh, kenapa aku memiliki namjachingu semenyebalkan sepertinya, semalam dia memaksaku untuk bertelponan dengannya.

Tapi, baru 5 menit saja menelepon, dia sudah mendengkur hebat. Jika benar-benar kelelahan, jangan memaksaku untuk bertelponan dengannya padahal semalam aku sudah terlelap dan harus terbangun dari tidurku gara-gara si evil Kyu, yaah akibatnya seperti sekarang ini,Aku susah untuk kembali tidur, dan hanya menikmati waktu istirahatku selama 2 jam semalaman.


Aku menekan tombol call pada contact person kyuhyun ahjussi, bukan untuk menelepon pamannya, tapi namjachinguku sendiri, Cho Kyuhyun. Aku sengaja memberi contact personnya dengan nama itu karena wajah namjachinguku ini memang benar-benar seperti ahjussi, Wajah tua!!


Aisssh, kenapa ia tak mengangkat teleponku, apa dia masih tidur? Dasar ahjussi muka bantal, tidur paling cepat bangun paling lama!! Aku menghempaskan ponselku tak berdaya ke atas tempat tidurku, melangkah menuju kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi.

***

Aku lapar, kenapa eomma belum memanggilku untuk sarapan, aku pun segera turun  ke lantai bawah menuju dapur, ani lebih tepatnya meja makan.

Aigoo, kemana eomma dan appa? Apa mereka sudah berangkat ke kantor?


Aku membuka tudung saji yang bertengger manis di meja makan. NIHIL!! Aku tak menemukan sedikit makanan pun disini. Aissh, kenapa eomma tak menyisakanku makanan, note untukku pun tak ada. Omo, apa aku harus pergi ke kampus dengan perut kosong seperti ini, tapi aku benar-benar lapar sekarang.
 

Ahaaa!! Kulkas, ne di kulkas tentunya banyak makanan yang bisa kumakan.aku membuka kotak harta karun di dapurku itu.


Aigoo, wae? Kenapa tak ada makanan disini, apa persediannya sudah habis? Ini kan baru pertengahan bulan. Aku tetap berkutat pada kulkas itu mengacak isinya, siapa tahu aku menemukan sedikit makanan.

Aku menemukannya, Ini dia !!! tapi kenapa daging asap? Ini membuatku harus memasaknya terlebih dahulu. AKU TIDAK BISA MEMASAK!! Aku mengacak rambutku yang sudah berantakan menjadi semakin berantakan.


Aku menatap daging itu pasrah, apa aku harus memasakmu? Tanyaku bodoh pada daging yang tak mungkin menjawab pertanyaan bodohku itu. Ne, aku harus memasakmu!! Aku mulai memasak daging itu dengan konsentrasi penuh.

Omona !!!! kenapa dagingnya kebakaran, aissh apa yang harus aku lakukan. Kenapa dagingnya kebakaran seperti ini, bagaimana jika kompornya ikutan meledak. Aissh apa yang harus aku lakukan?


Aku segera mengambil segayung air dan menyiramkannya pada daging malang itu. Aigoo, eottohke? Sekarang aku melenyapkan bahan makananku yang terakhir.

Aku mendesah kesal, karena sekarang sudah jam 8 dan aku harus segera berangkat kuliah dengan perut kosong ini.


Tapi, bayangan namja tua itu muncul lagi dalam benakku, semua ini gara-gara dia!! Aissh, bagaimana jika nanti dia menjadi suamiku, aku tak bisa memasak, dia pun begitu. Aku benar-benar tak bisa membayangkan jika kami memasak bersama, apa jadinya.

Ani, aku tak boleh membiarkan hal itu terjadi, aku memang diharuskan menyewa pembantu rumah tangga yang jago memasak, kalau tidak tentu anak kami gizinya tak akan tercukupi jika ayah dan ibunya yang memasak.


***


Hari ini aku pergi ke kampus dengan rasa lapar yang bersarang di perutku. Aku sengaja tak turun di depan kampus, aku sengaja meminta bis untuk berhenti di toko roti dekat kampus. Aigoo, akhirnya aku bisa sarapan juga, setidaknya roti ini bisa mengganjal perutku selama jam mata kuliah pertama.

 BRUUUUK,  rotiku terjatuh dan seenak jidatnya orang yang baru saja menabrakku menginjak sadis rotiku.


“Yaaak!! Kembali kau!! Kau harus mengganti rotiku bodoh, cepat kembali kau!!” Aku mengejar orang yang tak bertanggung jawab itu dengan sekuat tenagaku.

“Yaaaak, Choi Sooyoung, apa kau tidak kuliah?”

“Mwo?” Aku menoleh ke arah dari mana suara itu berasal dan menemukan Lee Hyuk Jae, security penjaga gerbang kampus kebanggaanku, Inha university. Aku mendesah, sambil berjalan gontai kearah gerbang kampus, karena sepertinya sebentar lagi gerbangnya akan di tutup olehnya.

“Gomawo” ucapku lemas sambil melanjutkan langkah gontaiku.

***

Yoona melihatku dengan tatapan bingung ketika baru saja aku masuk ke ruang kelas.

“Wae eonnie?” Tanyanya bingung.

“ Ani”, jawabku sambil meraih kursiku, duduk di sana dan merebahkan kepalaku di atas meja.


PRAAANG!! Aissh, aku lupa jika pagi ini adalah materi dari panci songsaenim. Dosen killer yang selalu membawa tutup panci istrinya dan akan ia banting jika suasana kelas sangat ribut ketika dalam pelajarannya.

Aissh, bagaimana ini, perut lapar benar-benar membuat mataku tak bisa menahan kantuk. Aku melakukan metode keberhasilanku untuk mengelabui beberapa dosen jika aku ingin tidur tanpa ketahuan dalam materi mereka.

Namun, metode ini belum pernah aku coba pada guru satu ini, mudah-mudahan saja metode ini berhasil juga padanya. Aku mulai menutup wajahku dengan buku yang aku pegang, merebahkan kepalaku di baliknya, membuat pandangan panci songsaenim terhalang padaku dan ia pasti akan menyangka jika aku sedang membaca sekarang..kekeke


Prang,,, praaang,,, praaang…
“Omo… mwo hago?” Tanyaku panik karena suara panci berisik yang berhasil membangunkan tidur nyenyakku.
 
“Aigoo, mian songsaenim apa yang salah pada saya, saya kan sedang membaca buku”. Jawabku tanpa bersalah meskipun kini panci songsaenim sudah berada di depan mejaku dengan kumis hitam tebalnya yang ikut turut mengejekku.

“Geurae?” Tanyanya sambil berkacak pinggang dan membelalak ke arahku.

“Ne, geureom” ucapku sambil mengangkat buku yang sedang ku pegang.

“Lalu, kenapa kau membaca buku ini? Sekarang materi fisika bukan biologi”. Bentaknya keras memekikkan telinga. Aku terdiam lalu menatap songsaenim dan memberikan senyumanku.


“Wae?” Tanyanya masih galak.

“Ani, sejak kapan songsaenim punya dua tutup panci?”tanyaku bodoh.

“ Keluaaar!!!” Dia berteriak keras, dan tawa murid pun pecah seisi kelas, dan sekejap senyap ketika panci songsaenim membanting kedua tutup pancinya keras ke lantai.

Dengan terpaksa aku menuruti perintahnya, padahal aku kan sedang tak bercanda dengannya, aku memang benar-benar ingin menanyakan sejak kapan dia punya dua tutup panci, biasanya kan dia hanya punya satu tutup panci saja.


Sekarang aku sudah berada di kantin kampus, merenungi hari ini hari yang penuh kesialan. Lagi, lagi aku menyalahkan si evil itu, karena semua ini berawal dari kebodohannya dan harus berimbas pada semua kegiatanku hari ini. Aku menekan contact person Kyuhyun, meneleponnya, dan menempelkan ponsel di telingaku.


“Yeobeoseyo”, jawabnya di seberang sana.

“Yaaak Evil !! Kemana saja kau, kenapa kau baru mengangkat teleponku sekarang, kau tahu jika aku meneleponku sejak tadi pagi hah? dan kau harus tahu, jika semalam kau ketiduran, dan sudah mendengkur hebat, kau tahu kau sudah merusak tidur indahku semalam. Aisssh, kau benar-benar namchingu yang menyebalkan !!!” maki ku padanya sambil mengacak rambutku geram.

“Hehehe” dia hanya tertawa geli tanpa ada nada bersalah sedikit pun dan itu benar-benar telah berhasil membuat amarahku naik ke puncak ubun-ubun.

“Arasseo, terserah. Aku sekarang sedang tak ingin bertengkar denganmu. Apa kau hari ini sibuk?”

“Ani, wae?” Tanyanya kemudian.

“Bagus, tolong jemput aku di kampus sekarang, dan pergi ke taman bermain, otte?”

“Ah mian chagi-ya aku lupa, aku sudah ada janji dengan Victoria untuk menemaninya berbelanja,” jawabnya buru-buru.

“Mwo? Yaaak apa maksudmu evil? Kau harus menemaniku, ini semua karenamu, kau harus bertanggung… “…..tuuuuut…tuuut, dia memutuskan sambungan teleponnya.


Apa dia bilang? Dia lebih memilih menemani Victoria eonni berbelanja, ketimbang menghabiskan waktu ke taman bermain bersama aku, pacarnya sendiri? Aigoo, setan itu benar-benar mau cari mati. Apa dia tak pernah tahu jika aku akan cemburu setengah mati melihat kedekatannya dengan Victoeia eonni, apalagi mereka sempat di gosipkan dekat.

Geundae, mana mungkin Victoria eonni akan jatuh cinta pada namja yang berwajah seperti appanya sendiri, TUA!!! Aisssh, tapi Kyu juga anak yang manis, jadi bisa saja Vctoria eonni akan menyukainya. Dan kemungkinan besar Kyuhyun akan memilih Victoria eonni. Yeoja cantik, tinggi dan seksi..

Aku meninggalkan kantin, ani lebih tepatnya meninggalkan kampus terkutuk ini dengan wajah dan pikiran yang acak-acakan, pergi ketaman bermain, sendiri tanpa Kyuhyun oppa.


***


Aku sudah hampir menikmati semua wahana di sini, tinggal satu yang belum aku naiki, bianglala. Biasanya si evil itu yang paling bersemangat naik bianglala ini, aku melihatnya lesu.

Apa aku harus menaikinya? tanyaku lirih nyaris tak terdengar. Geurae, aku tidak akan meninggalkan tempat ini sebelum menaiki bianglala ini.

***

Aku menangis, aku menangis dalam bianglala ini, ani sebenarnya aku sudah menangis sejak tadi, sejak dia menolak untuk pergi denganku. Tapi sekarang tangisanku lebih hebat dari sebelumnya.

Aku teringat , karena bianglala adalah satu-satunya wahana yang paling ingin ia nikmati jika ke taman bermain, karena bianglala merupakan wahana yang paling aman menurutnya, ketimbang roller coaster yang harus aku dulu menyeretnya untuk naik. Aigoo, aku tak sadar jika petang sudah berganti malam.


Drrrt…drrrrt….drrrrt, ponselku bergetar. Aku berharap jika kyu yang meneleponku. Leeteuk oppa??
Tumben sekali ia meneleponku. Aku menekan tombol hijau dan menempelkannya ke telingaku.

“Yeobeoseyo oppa?”

“Sooyoung....”

“ ne oppa, waeyo?”

“kyuhyun kecelakaan”

“Jinjja? Sekarang dia dirawat di rumah sakit apa, oppa?”

“ani, dia tak ingin di rawat di rumah sakit, dia meminta kami untuk merawatnya di dorm saja.”

“Bagaimana keadaannya oppa?”

“Molla dokter sedang memeriksanya, sekarang cepatlah kau kesini!!”

“Arraseo, aku akan sampai di sana secepatnya op..”  ……. tuuuuuut….


Leeteuk oppa memutuskan hubungan telepon. Apa yang terjadi pada setanku, kenapa suara leeteuk oppa terdengar sangat cemas, apa Kyu mengalami kecelakaan yang sangat parah?

Tanpa menunggu waktu yang lama aku segera turun dari bianglala yang sudah berhenti sejak tadi. Kyu pabo!! Kenapa dia tak mau di rawat di rumah sakit saja, aissh dia benar-benar hanya bisa membuat orang khawatir dan repot saja, aku merutuki namchinguku yang pabo itu sepanjang jalan masih dengan perasaan cemas yang menjalari tubuhku saat ini.

Eottohke? Jarak dorm dengan tempat ini cukup jauh, apa masih ada kendaraan yang melewati tempat ini pada jam seperti ini, aku menghentak-hentakkan kakiku kesal.


Beruntung aku tak menghabiskan waktu untuk menunggu kendaraan yang lewat, karena di jalan yang berlawanan sedang ada taxi menuju ke arahku. Aku melambaikan tanganku untuk menghentikannya, dan segera masuk ke dalamnya.

Omona, Kyu benar-benar namchingu yang jahat, sudah tak terhitung lagi ia membuatku spot jantung karena ulah-ulah bodohnya. Seperti 3 minggu yang lalu, dia membuatku harus bolos kuliah karena dia meneleponku dan mengatakan jika paru-parunya sakit, dan sulit untuk bernapas.

Dan pada saat itu juga dia benar-benar berhasil membuat sarafku terhenti sejenak. Aku takut jika paru-parunya sakit karena kecelakaan besar 3 tahun yang lalu, kecelakaan yang dialaminya bersama ke tiga hyungnya dan ia yang paling parah dan hampir mati.


Tanpa kusadari kini bulir-bulir hangat sudah membasahi pipiku tanpa izin, dadaku sesak, dan aku benar- benar tidak dapat berpikir jernih sekarang. Aku hanya takut kehilangan kyu, aku belum siap dan tidak akan pernah siap untuk kehilangannya.

“Agasshi, sudah sampai”. Suara supir taxi itu membangunkanku dari lamunanku tentang kyu.

Aku menyerahkan uang dengan jumlah yang tertera pada argo taxi itu. Aku keluar, lari dengan tergesa-gesa tanpa mempedulikan bulir hangat yang sedari tadi tak ingin berhenti untuk keluar. Sekarang aku sudah berada di depan pintu apartementnya, lebih tepatnya dorm Super Junior.

Aku mengetuk pintu dorm tak bersemangat, dan tak lama kemudian sungmin oppa sudah berada di depanku, membukakan pintu untukku. Wajahnya ditekuk masam, matanya merah seperti habis menangis. Padahal sungmin oppa adalah member super junior yang paling kuat untuk menahan tangisnya, namun kyu mampu membuatnya menangis seperti ini.


Aku benar-benar cemas sekarang, apa yang terjadi pada evilku? Aku menerobos masuk kedalam apartement itu, namun seketika langkahku terhenti, nafasku tercekat ketika mendapati ruangan ini di penuhi oleh hampir semua artis dan staff SM. Entertainment, bahkan keluarga Kyu pun datang Dari incheon.

Eomma kyuhyun masih memeluk suaminya, aku tahu beliau sedang menangis, begitu pula dengan ahra eonni, matanya merah, dia juga menangis. Tubuhku lemas, lunglai tak berdaya, apa yang sebenarnya terjadi pada Kyu-ku?


Dadaku sakit, tolong jangan lakukan ini padaku Kyu, jebal, batinku sambil memegang dadaku yang benar-benar sesak sekarang. Aku menghampiri Taeyeon eonnie yang masih masih terduduk menangis sambil memeluk kedua lututnya.


“Eonni, apa yang terjadi pada Kyuhyun?” Tanyaku pada Taeyeon eonni yang masih menangis, dia tak menjawab pertanyaanku dan tak kunjung mengangkat wajahnya.

Aku menyapukan pandanganku ke seluruh penjuru ruangan ini, hanya kabut, hanya ada kabut disini. Semua orang sibuk dengan kesedihannya masing-masing tanpa ada satu pun orang yang berniat menjelaskan semuanya padaku, agar aku keluar dari kebingungan yang benar-benar menyiksaku.

Dadaku semakin sakit Kyu, tolong jangan lakukan ini padaku. Tiba-tiba Taeyeon eonni memelukku, kurasakan tubuhnya bergetar hebat, aku pun tak kuasa menahannya, aku ikut menangis.


“Sooyoung” suara leeteuk oppa membuatku mengangkatkan wajahku dan menatapnya yang baru saja keluar dari kamar kyuhyun.

“Ne, wae oppa?” Jawabku agak serak.

“Kyuhyun memintaku untuk mengajakmu masuk, dia ingin bertemu denganmu” jelas leeteuk oppa dengan wajahnya yang masih di tekuk.

Aku tak sanggup, aku akan menyesali hal ini jika kau menyuruhku masuk hanya untuk melihat saat terakhirmu kyu, batinku pedih. Leeteuk oppa masih berdiri di depanku, dan menatapku dengan pandangan sayu.

“Kajja, ppali”. Ajaknya lagi.


Aku beranjak dari dudukku dan mencoba untuk berdiri dan mengikuti langkah leeteuk oppa yang terlebih dahulu berjalan di depanku.


Aku masuk ke kamar Kyu, dan….. BLEP!! Gelap!!!

”Kenapa ?? ada apa ini ? kenapa mati lampu” ucapku panik. Aku meraba-raba sekitarku yang gelap dan memanggil kyu yang aku yakin jika sekarang ia sedang menahan sakit di tempat tidurnya.

“Kyu”, ucapku lirih.

“Sooyoung,, aaaaaaah”. Jawabnya dengan erangan yang sangat hebat, dia kesakitan.

“Kyu, kau kenapa? Apa yang terjadi padamu”,tanyaku lirih, aku masih berusaha mencapai kyu meskipun dalam keadaan gelap seperti ini.

“Sooyoung” panggilnya dengan sedikit rintihan menahan sakit.

“Chakkaman Kyu, aku kesana sekarang” jawabku masih  berjalan dengan langkah yang meraba-raba gelap.


Tapi, aku tahu tata letak kamar namchingu-ku ini jika belum di rubah sejak 2 minggu yang lalu. Hari terakhir aku masuk ke kamarnya karena kebiasaannya yang sangat sulit untuk bangun sehingga para hyung-nya memintaku untuk membangunkannya.

“Kyu” aku masih memanggilnya memastikan jika ia masih baik-baik saja.

“Kyu, kyu... Kyu kau kenapa?” Aku semakin khawatir karena sekarang Kyu tak menyahut panggilanku.

”Kyuuuu” aku memanggilnya dengan sedikit keras.

“Sooyoung tunggu sebentar, tetaplah di tempatmu. Kami sedang memeriksa aliran listriknya sekarang”, teriak siwon oppa dari luar kamar.

Aku tak mengindahkan teriakannya, aku masih tetap berjalan menghampiri kyu yang tak kunjung menyahut panggilanku, aku takut, aku cemas.

Kenapa kamar kyu berantakan seperti ini, dari tadi aku selalu menginjak kertas-kertas yang berserakan di lantainya, tidak biasanya kamar kyu seberantakan seperti sekarang ini. Aku masih berjalan, dan aku yakin jika sekarang aku sudah hampir mencapai tempat tidur kyu.


Lampunya menyala, dan membuat pandanganku menjadi silau karenanya.

SAENGIL CHUKKAE HAMNIDA.. SAENGIL CHUKKAE HAMNIDA... SAENGIL CHUKKAE HAMNIDA CHOI SOOYOUNG…..

MWO? Aku membelalakkan mataku maksimal dan menatap lekat pada sosok yang  baru saja muncul di hadapanku dan membuatku cukup terkejut.

Kyu, dia sekarang berdiri didepanku tanpa luka dan perban yang membungkus tubuhnya, dia tidak kecelakaan. Aisssh, namja ini benar-benar anak  setan, batinku sambil membuang nafasku berat. Dia tersenyum, dan itu benar-benar membuat darahku naik maksimal. Dia membawa kue ulang tahun yang sangat cantik dengan kedua tangannya.
 

“Ige mwoya?” Tanyaku penuh selidik.

“Aigooo, hari ini hari ulang tahunmu chagi-ya, apa kau tak ingat?” Jawabnya sambil bertanya dan mengeluarkan senyumnya yang menurutku senyuman yang mampu membunuhku.

“Nde?? Yak…..”

“Sssst,kau ingin memarahiku? nanti saja sayang, sekarang kau harus make a wish dulu, dan kemudian tiup lilinnya” potongnya manis. Aku menurutinya, aku memejamkan mataku dan mulai berdoa.

Tuhan, tolong jaga kyu untukku, berikanlah ia kesehatan selalu. Aku hanya ingin menghabiskan waktuku bersamanya, selamanya. Saranghae kyu.

Fuuuuuh, aku membuka kedua mataku lalu meniup lilinnya, mengalihkan pandanganku pada namja yang memegang kuenya, kyu ia menatapku dan memberikan senyum manisnya tulus.

Dia menaruh kue itu ke atas meja dan meraihku ke dalam pelukannya ”saengil chukkahamnida” bisiknya lembut.

Aku mengeratkan pelukanku padanya,”ne, gomawo chagi”, balasku lembut.

“Kau tak ingin memarahiku??” Tanyanya kemudian.

Aku tak menjawab, dan memukul dadanya lembut.

“Kau benar-benar ingin membuatku mati CHO KYUHYUN, aku membencimu , tapi aku mencintaimu,” ucapku masih di dalam pelukannya.

Kyu terkekeh geli, “nado” ucapnya kemudian sambil mencium puncak kepalaku.

SAENGIL CHUKKAE HAMNIDA CHOI SOOYOUNG…….

Mwo?  Nuguseo? Aku membelakkan mataku, dan langsung membalikkan badanku menghadap belakang kearah dari mana teriakan itu berasal.

Eomma, appa, seluruh staff dan artis SM. Entertaiment, serta keluarga Kyu yang tadi berada di luar, sekarang muncul di belakangku dengan wajah gembira yang tergambar dari raut wajah mereka. Eomma dan appa menghampiriku, mereka memelukku dan mengucapkan ucapan selamat ulang tahun padaku.

“Mwoya? Aku yakin ini pasti rencana kalian, bagaimana mungkin stok makanan sudah habis pada pertengahan bulan?” Ucapku sambil menatap dua orang yang paling berharga dalam hidupku, mereka tertawa dan memelukku.

“Mainhae, chagi-ya” ucap mereka kompak. Aku terkekeh geli mendengarnya.

“Mmmm, ne, geundae… kamsahamnida eomma-appa”. Ucapku sambil melepaskan pelukan mereka dan mengecup kening mereka satu persatu, mereka membalas ciumanku.

Sekarang eomma dan appa  yang melangkah ke arahku, sama seperti eomma dan appa mereka mengucapkan selamat padaku.

“Bagaimana akting ku?” Tanya Taeyeon eonni.

Aku menatapnya, “Daebak !! Eonnie hampir saja membuat jantungku berhenti berdetak karena ulah eonni dan evil ini” jawabku sambil melirik Kyu, ia hanya  membalasnya dengan wajah tak bersalahnya.

“Hahaha” Taeyeon eonni hanya tertawa dan ber-tos ria dengan setan  yang berdiri di sampingku ini.


Begitu pula dengan orang-orang yang hadir di ruangan ini mereka satu per satu bergantian memberi ucapan selamat padaku, dan ini benar-benar masih mengganjal perasaanku, kenapa seperti ini, apa ulang tahunku sangat spesial bagi mereka?

Aku benar-benar tak menyangka jika hal ini akan terjadi. Aku menatap kyu penuh selidik, aku mencium aroma yang tidak beres dari aura setan tua ini.
 
“Wae?” Tanyanya seakan-akan mengerti jika aku sedang menuntut penjelasan darinya.

“Ani” jawabku sambil menggelengkan kepalaku .

“Aku hanya ingin berterima kasih pada mereka, karena sudah datang dan membuat ulang tahunku pada tahun ini benar-benar meriah” lanjutku.

“Aniya” jawabnya sambil menggelengkan kepalanya persis seperti apa yang baru saja aku lakukan.

“Mwo? Apa maksudmu?” tanyaku sebal.

“Aniya, kau pikir hanya karena ulang tahunmu saja aku menciptakan acara semeriah dan penuh kejutan seperti ini, hah?” tanyanya.

'Kau benar-benar telah membuatku jengkel evil'  batinku kesal.

“Lalu apa lagi? Hari ini tanggal 10 februari, ini hari ulang tahunku, dan setahuku tidak ada hal spesial lainnya pada hari ini. Hari ini, hanya hari ulang tahunku saja” jelasku tak terima.

“Geurae? Apa kau sudah yakin?” Tanyanyadcengan nada mengejek.

“Yaaak!! Tentu saja evil” Jawabku kasar.

Dia terkekeh geli, ketika melihat ekspresi-ku tadi, dia mulai merogoh kantong celananya dengan serta mengeluarkan kotak kecil berwarna merah dari sana.

“Hari ini hari pertungan kita”, lanjutnya sambil tersenyum genit.


Aku terdiam, mematung, aku benar-benar tidak percaya jika sekarang kyu sedang melamarku untuk menjadi tunangannya. Terdengar suara riuh tepuk tangan yang sedikit demi sedikit mampu membuyarkan keterkejutanku.

“Jinjjayo?”Tanyaku tak percaya.

“Ne geureom” ucap kyu sambil meraih tangan kananku dan mulai memasukkan benda melingkar yang tersemati dengan berlian mahal itu ke jari manis tangan kiriku.

Aku melihatnya tak percaya.

“Ada apa denganmu, apa kau tak mau bertunangan denganku?” tanyanya bingung karena melihat ekspresiku sekarang.

“Aniya, aku tak percaya ini”. Jawabku.

Kyu tersenyum manis dan mengecup keningku “saranghae” ucapnya  lembut.

“Nado” ucapku masih dengan ketidak percayaan yang menyerang kepalaku sekarang.

“Sekarang giliranmu chagi-ya” jawabnya sambil menyodorkan pasangan cincinnya dan menyuruhku melakukan hal yang sama padanya.

Dia memelukku, aku membalasnya. “Jangan nakal, karena kau sudah menjadi tunangan Cho Kyuhyun namja tampan dengan sejuta pesona” ucapnya bangga.

“Aniya” jawabku cepat.

“Mwo, wae? Kau tak ingin menjadi tunanganku ?” tanyanya terkejut.

“Aniya, bukan itu maksudku. Kau bukan namja tampan dengan penuh pesona, kau namja tua, Cho kyuhyun-ku sayang”. Ucapku sambil tertawa geli.

Pletaaak! Dia menjitak kepalaku.

“Appo”, ringisku kesakitan.

Tanpa meminta maaf, ia langsung mencium lembut puncak kepalaku yang dijitaknya.

“Saranghae” ucapnya manis.

“Nado” terima kasih tuhan, karena kau telah mendengar doaku, dan mengabulkannya secepat ini.

Sekarang semua orang di ruangan ini bertepuk tangan lebih meriah, tampak dari raut wajahnya, jika kegembiraan juga sedang menyelimuti mereka, menyelimuti kami semua. Aku bahagia, aku merasa sempurna berada diantara orang-orang seperti kalian, gomawo. Saranghaeyo.

THE END