Minggu, 11 Desember 2011

First Love [One-shoot]


Author : nixieMeilya

Gengre : One-shot, Romance

Cast : Im yoona x Lee Donghae

Rating : PG- 13

Title : First Love

Hallo semua… akhirnya aku punya waktu bikin fanfic… kkk
Walaupun fanfic gaje… hehe… fanfic ini terinspirasi dari flmnya actor Thailand favoritku Mario Maurer ^^ First Love jadi wajar kalo banyak mirip-miripnya, jadi bayangin aja buku berisi foto-foto Yoona itu kayak yang di First Love ya hehe

Selamat membaca…dan selamat UAS juga!!

***

Yoona POV

Namaku Yoona, aku seorang siswi kelas XII SMA, aku hanyalah gadis biasa yang sekolah, belajar, bermain, terkadang jalan-jalan, dan berpacaran? Aku tidak tahu kenapa hal ini yang sampai saat ini belum pernah kulakukan ya…

Apakah aku pernah atau sedang menyukai seseorang? Tentu saja!!! Tapi aku sendiri tidak yakin pada perasaanku… entahlah… akan bagaimana akhir semua ini… semoga saja berakhir bahagia, aku sangat membenci akhir yang menyedihkan…

“Yoona…” seseorang berteriak menghampiri mejaku, saat ini memang sedang istirahat dan aku lebih memilih diam di kelas memakan bekalku. Rupanya Kyuhyun yang berteriak padaku, tadi dia baru saja dari kantin membeli makan siang.

“cepat sekali kau kembali… aku bahkan belum memakan semua bekalku…”

“ini…” tangannya menyerahkan satu cup ice cream chocomint.

Aku tidak yakin dia memberikan ini, biasanyakandia hanya membeli untuk dirinya sendiri, “untukku?”

“untuk ibumu… ya tentu saja untukmu…” dia duduk di sebelahku sekarang, tepatnya kami memang duduk satu meja.

“iya… terimakasih… biasanyakankau hanya membeli semua untuk dirimu sendiri dan tak pernah mengingat kalo aku ada!!!”

“maka dari itu… makanlah karena sekarang aku sedang mengingatmu!!!” dia mengacak-ngacak rambutku.

Aku menghabiskan bekalku dan tentu saja memakan ice cream sendok demi sendok, sementara kyuhyun sibuk dengan soal-soal matematika-nya sambil menyumbat kupingnya dengan mendengarkan musik.

Jam masuk kelas pun kembali… aku segera menyuap ice cream ini dengan ganas agar cepat habis, mulutku sudah penuh dan makin panic ketika anak-anak sudah mulai masuk kelas.

“makan pelan-pelan saja…” Kyuhyun membuka headshetnya.

“tidak bisa… sekarang ini pelajaran guru Kim, dan aku tidak bisa makan saat kelasnya…” terangku sambil kembali memasukan sendokan-sendokan terakhir ke mulutku.

“cara makan saja masih seperti anak SD…” celetuk seseorang yang baru saja masuk kelas, dan tepatnya saat dia melenggang di sebelahku dia mengatakan itu, kontan saja aku mendongak, dan dengan sebal aku melihat seringai setan disana. Aku menggembungkan pipiku dan memelototinya.

“dasar bodoh!!!” gerutuku, aku kira Kyuhun tak mendengarnya.

“kau yang bodoh…” dia menoyor kepalaku. Membuatku memelototinya juga, tapi ternyata dia sudah mengulurkan sapu tangannya menyeka pinggiran bibirku. “kita ini ditempatkan di kelas golongan A… setidaknya cara makan pun harus bisa seperti kelas A… kau ini malah blepotan seperti anak TK…”

Pantas saja si bodoh tadi menyebutku seperti anak SD. Setelah Kyuhyun membersihkan bibirku aku melirik sebentar ke bangku si bodoh tadi dan terlihat dia sedang menulis, entahlah sebenarnya menulis apa,

Guru Kim datang, itu tandanya mari memfokuskan diri pada pelajaran matematika yang dicintai Kyuhyun.

“Kyuhyun… apa kau sudah mengerjakan soal-soal lagi?” tanya Guru Kim ditengah-tengah pelajarannya, dan Kyuhyun pun mengangguk mantap. Maka Guru Kim pun mempersilakan Kyuhyun maju menulis soal-soal yang telah diselesaikannya.

Sukses bagi si rajin, begitulah pedoman pelajar seharusnya. Kami adalah anak-anak yang terhitung rajin dan berbakat hingga mampu menginjakan kaki di kelas golongan A ini. Sejak kelas satu, rata-rata pengisi kelas ini, adalah para siswa dengan tingkat kerajinan di atas rata-rata, kami selalu mengerjakan soal-soal di rumah walaupun itu belum diterangkan oleh guru sama sekali, tapi tentu saja semua itu melatih kami.

Kyuhyun selesai mengerjakan semuanya, tapi dia belum kembali ke sebelahku sebelum guru menyetujui semua jawabannya.

“yah… lagi-lagi aku akui kau hebat… semua jawabanmu sempurna…”

“yeahhhhhh…” aku bertepuk tangan sendirian girang menyambut Kyuhyun kembali ke sebelahku.

“bagaimana denganmu Yoona? Apa kau mengerjakan dengan benar juga?” tanya Guru Kim.

“sudah guru… jawabannya hampir sama tapi ada beberapa yang salah…” keluhku.

“tidak apa-apa… kalian sudah mau mencoba itu artinya kalian selalu ingin berubah kea rah yang lebih baik!!!”

Pelajaran ini pun tanpa terasa berakhir. Dan sangat menyebalkan karena aku harus membersihkan kelas dulu sebelum pulang.

“Yoona… apa aku harus bantu… ?”

“tentu saja… aku juga selalu membantumukan… kau tolong buangkan sampah ya… aku mau menyapu ruangannya!!!” perintahku.

“baiklah nona… kau memang dilahirkan untuk menyuruh-nyuruhkukan…” Kyuhyun dengan tidak ikhlas mengangkat dua buah tempat sampah, sedangkan aku mulai menyapu, dan “srekkk…” sesuatu tersapu olehku, sebuah buku bersampul coklat.

“buku apa ini???” aku penasaran di sampulnya tertulis sebuah huruf ‘Y’ dan tepat dibawahnya ada nama Lee Donghae. “aish… buku dia… apa isinya ya…” aku berusaha membukanya, baru mau kubuka seseorang masuk dan aku segera menyembunyikanya dengan menyelipkannya di rok belakangku.

“kenapa kau masih disini?”

“aku… sedang piket… kau sendiri kenapa kembali lagi? Bukankah tadi sudah pulang!!!”

“ada sesuatu yang tertinggal… apa kau tidak menemukannya?”

“tidak!!! Memangnya apa yang tertinggal?”

“bukuku… sampulnya cokelat!!!” dia celingukan mencari-carinya di lantai. “aish… kemana buku itu…”

“memangnya buku apa? Diary?”

“bukan… akhhh… sudahlah kalau kau menemukannya nanti berikan padaku!!!” dia merapikan jas seragam sekolahnya yang tadi menyentuh lantai saat berjongkok.

“baiklah… kalau aku menemukannya nanti aku berikan!!!”

“tapi kenapa kau sendirian… biasanya kau dengan si otak rumus itu!!!”

“dia sedang membuang sampah… namanya Kyuhyun…” selorohku.

“ya… dia…” dia lalu berlalu keluar kelas.

“dasar si bodoh… menyebut nama teman sekelas saja susah sekali!!!”

***

Sore ini aku sudah tiba di rumah, tepatnya aku sedang merebahkan diriku sehabis mandi. Walaupun dibantu Kyuhyun, tapi dia hanya membuang sampah, sementara aku menyapu, mengatur meja, dan membersihkan isi kelas tentu saja. Aku baru ingat dengan buku yang kutemukan tadi bukunya Lee Donghae.

Aku mulai membuka lembar pertama buku itu, disanatertulis,

lirik-lirik cinta dan aku tak tahu untuk siapa?

Apakah dia akan tahu lagu ini untuknya suatu saat nanti

Atau hanya akan kunyanyikan dan dia hanya menjadi pendengar yang tak mengerti untuk siapa lagu ini

Apapun itu aku hanya berharap kau orang yang pertama kali mengetahui laguku ini

“apa? Kenapa jadi aku yang pertama mengetahui lagunya… tapi biarlah… toh aku juga tidak sengaja…”

Beautiful… lirik ini aku tulis saat aku sedang di lapangan sepak bola saat ini aku sedang menghadapi ujian kelas X… aku berharap kelas XI nanti bisa masuk golongan kelas A, karena aku tahu dia anak yang rajin pasti dia akan masuk kelas itu, aku memang tidak begitu rajin belajar, tapi aku bisa mengandalkan hal mengingatku dan prestasi-prestasiku di bidang olahraga dan seni untuk masuk kelas A.

You are completely beautiful

I just can’t be without you, girl

You’re completely beautiful

I just can’t be without you, girl

I think of what we were like when I first met you

You bashful smile, your shy words, your cold hands

I though everyday

I couldn’t do anything (almost going crazy)

……………………………………………………………………..

Oh Tuhan… apa yang baru saja kubaca ini? Ini sebuah lirik yang begitu romantic, Donghae menciptakannya pasti tidak sembarangan, siapa gadis beruntung itu? Jessica kah? Aku kembali membuka lembar demi lembar buku itu dan isinya semua rata-rata lagu cinta, lagu tentang pertemuan, cemburu, senyuman gadis itu, ketika dia hanya bisa melihat gadis itu dari jauh, dan ketika dia dekat dengan gadis itu tapi ia tak bisa berbuat apa-apa.

Seandainya gadis dalam lirik yang kau maksud itu aku…

***

Aku mengenal Lee Donghae sejak kelas X, aku dan dia satu kelas, tapi sebelumnya tidak, dia adalah pindahan dari kelas lain.

“Yoona… apa kau mengenal Lee Donghae kelas X-3?” tanya Tiffany pagi itu.

“tidak… memangnya kenapa?”

“sepertinya kita memang kurang pergaulan!!!” Fany mendengus.

“memangnya ada apa???”

“kau tahu tidak ternyata dia adalah pencetak gol terbanyak klub sepak bola sekolah kita!!! Minggu kemarin tangan kanannya cedera dan dia tidak bisa beraktifitas…”

“benarkah???” aku tidak percaya aku tidak mengetahui hal seperti itu.

“benar dan sebentar lagi kau akan menjadi penolongnya!!!”

“apa maksudmu?”

“kemarin sebelum aku pulang aku sempat bertemu Siwon, dia temanku di klub taekwondo, dan dia bilang Lee Donghae akan pindah ke kelas ini… ternyata mereka satu kelas… Donghae dipersilakan oleh guru untuk menunjuk siapapun untuk membantunya belajar terutama menulis untuknya selama ia masa pemulihan cedera… dan dari tiap kelas diberikan beberapa contoh tulisan tangan… dan ternyata tulisannmu yang dia pilih!!!” jelas Tiffany panjang lebar.

“apa??? Kenapa aku? Bukankah ada laptop… kenapa tidak memakai laptop saja…”

“dia tidak suka belajar dengan tulisan computer… dia lebih senang dengan bacaan tulisan tangan!!!”

“akh… kenapa kabar buruk datang di hari secerah ini…”

Benar saja, saat pelajaran pertama yang diisi pelajaran sejarah oleh guru Soman, guru datang bersama seorang siswa, aku tidak pernah melihatnya selama ini, tapi mendengar cerita Tiffany, aku yakin dia adalah Lee Donghae yang dibicarakannya, dan tangan kanannya yang di gips semakin meyakinkanku.

“Yoona…” aku mengangkat tangan begitu namaku disebut. “perkenalkan… ini Lee Donghae… dia akan pindah ke kelas ini mulai hari ini… dia beberapa waktu lalu cedera saat membela sekolah kita dalam pertandingan bola… dan dia salah satu murid yang pintar dalam hal mengingat bacaan… tapi satu hal yang dia tidak bisa adalah membaca lewat tulisan laptopnya, ia lebih mudah mengingat apa yang ditulis tangannya… dan beberapa hari ini aku mengajukan beberapa tulisan tangan terbaik dari setiap kelas dan menurutnya tulisan terbaik adalah tulisan tangan Yoona…”

“mwo???” anak-anak langsung membelalakan mata tak percaya dan melihat ke arahku.

“aku???” tunjukku pada diriku sendiri.

“iya kau… nah Donghae kau bisa duduk di sebelah Yoona…”

Siswa berambut sedikit berponi pinggir itu mendekat ke mejaku dan duduk di sebelahku. Aku meliriknya sebal.

“apa yang harus kulakulan sebenarnya?” aku memicingkan mataku, terlihat disanaada wajah polos yang kulihat, seperti wajah anak kecil, ia tersenyum.

“aku akan mendengarkan guru bicara, nanti saat pulang aku akan mengulangi apa yang aku ingat lalu kau tulis dicatatanku…”

“aishhh… merepotkan!!!” sebalku.

“tenang saja… aku akan membayarnya untuk semua ini…”

“tapi aku tidak mencari uang!!!”keukeuhku dengan nada pelan dan mata menatap ke depan dimana guru Soman sedang menjelaskan tentang sejarah.

“aku akan memberikan apapun yang kau minta sebagai bayaran…” tangan kirinya menepuk pundaku, apa yang dia lakukan?

“aduhhhh… tanganku pegal sekali!!!” aku merentangkan kedua tanganku begitu selesai mencatat apa yang dia terangkan pak guru Fisika terakhir tadi.

“benar tidak ada yang kau lewatkan?” tanyanya seenak jidat.

“tentu saja tidak, setiap aku selesai kau mengeceknya lagikan!!! Aku heran padamu… bisa mengingat semua itu tapi masih juga harus menulisnya!!!”

“itu karena manusia bisa lupa semetara tulisan tidak!!!” senyumnya.

“alasan saja… aduh… hampir malam… gara-gara kau aku pasti akan pulang telat…”

“tidak mungkin!!! Tolong masukan bukuku ke dalam tas…” dan dengan baiknya aku menurut saja, memasukan buku-bukunya dan menolongnya menyangkutkan tas pada tangan kirinya. “ayo pulang!!!” tangan kirinya menuntunku membuatku berjalan di sebelah kirinya.

“apa besok akan seperti ini juga?” aku menoleh dan dia mengangguk.

“baiklah… aku rasa bayarannya harus setimpal, aku ingin uang, ice cream, makan siang, novel-novel, apa lagi ya? Em… CD terbaru, apa lagi ya… emmm” begitu aku berpikir dia menyetop taxi.

“naiklah…” dia membuka pintu taxi untukku, aku menatapnya heran. “tunggu… kita belum berkenalan secara resmi, siapa namamu?” dia tersenyum dengan wajah polosnya, aku nyengir heran.

“namaku Yoona… senang bisa membantumu!!!” aku mengulurkan tangan kananku

“namaku Lee Donghae… terima kasih sudah mau membantuku…” dia tidak membalas uluran tanganku, aku lupa tangan kanannya terluka, dia malah mengulurkan tangan kirinya mengelus kepalaku, ia lalu merogoh saku jasnya dan mengeluarkan sesuatu. “ terimakasih untuk hari ini!!! Ice cream, makan siang, makan malam, novel, CD atau apapun… akan kupenuhi nanti…” aku menerima apa yang ia taruh ditanganku. Aku tersenyum malu mengingat apa yang aku minta tadi. Dan taxi segera membawaku ke rumah.

Malam itu aku duduk di meja belajar sambil menatap cokelat di tanganku, ya ini yang Donghae berikan tadi. Aku tersenyum sendiri, bukan karena mendapat cokelat ini sebagai bayaran, tapi karena ini pertama kalinya aku mendapatkan sesuatu dari pria yang bukan keluargaku tapi orang lain yang sebaya denganku. Bukan hanya itu saja aku pun mengelus-ngelus kepalaku sendiri, ada apa ini? Aku tak pernah begini sebelumnya, tapi ini memang membuatku malu dan tersenyum sendiri, dan akhirnya aku tidak memakan cokelat itu tapi aku taruh di lemari es di dapur.

“ibu… tolong jangan sentuh apa lagi memakan cokelat ini ya!!! Peringatkan ayah juga!!!” ancamku saat menaruhnya di freezer.

“baik… nona pelit!!!”



“Yoona… bukan seperti itu!!! Kau harusnya membuat tabelnya itu seperti ini…” dia marah-marah saat aku salah meggambar table kimianya, dan dia memberi contoh dengan tangan kirinya yang membuat tabelnya hancur.

“ya… kau ini… lebih baik punyakukantinggal hapus satu… aku harus mengulanginya lagi karena coretanmu!!!” geramku.

“ya sudah ulang lagi!!!” dengan tenangnya ia menyantap ice creamnya. Siang ini kami pulang lebih awal jadi kami mengerjakannya di kantin sekolah yang sudah sepi hanya beberapa penjual saja.

“ighhhh… menyebalkan!!!” aku mencolek ice creamnya lalu aku colekan ke pipinya.

“Yoona… kau mau mengajakku bermain-main??? Cepat kerjakan!!! Jatah ice cream-mu akan aku berikan jika semuanya sudah beres!!!” ia melotot sambil membersihkan pipinya.

Tiba-tiba ponselku berbunyi, tertera nama ibu disana.

“hallo ibu?”

“Yoona… minggu ini sepertinya kita tidak bisa jalan-jalan… bibi ternyata mengadakan pertemuan keluarga dengan calon besannya dan ibu serta ayah diundang… kau mau ikut atau akan diam dirumah saja?” terdengar suara kecewa ibu.

“aku dirumah sajalah bu… ibukantahu aku benci acara keluarga yang akan membuatku seperti patung itu… ya sudah sampai ketemu dirumah bu…” kecewaku.

“baiklah… jangan lupa makan siang…!!!”

“huh… menyebalkan!!!” gerutuku merutuki ponsel yang baru saja kuputus sambungannya itu.

“kenapa?” Donghae menatapku penasaran.

“minggu ini acara jalan-jalan bersama orang tuaku batal!!!” dengusku.

“kau kecewa?” godanya.

“tentu saja!!!”

“bagaimana kalau temani aku… kameraku rusak sepertinya aku akan membeli yang baru…”

“benarkah??? Aku mau!!! Tapi bagaimana bisa kau memotret dengan tangan kirimu?” tanyaku penasaran.

“kau pikir aku tidak akan sembuh… cepat betulkan tabelnya!!!”



“yang ini bagus!!!” tunjukku pada kamera yang bertengger dengan harganya yang super mahal.

“memang… tapi kalo aku sudah jadi fotografer professional baru aku membelinya!!! Sepertinya yang itu bagus…” tunjuknya ke kamera lain di dalam toko, aku mengikutinya. Dia lalu meminta paman pemilik toko memperlihatkannya dan dengan tangan kirinya ia mulai asyik sendiri sambil mengobrol tidak jelas dengan si paman, aku bosan dan mulai mendekati toko lain, toko music.

Di sini banyak alat-alat music yang bisa aku coba, pura-pura saja mau membeli dan bilang tidak cocok setelah mencobanya. Aku memainkan gitar… jreng… jreng…jreng aku memainkannya sembarangan, lalu menaruhnya kembali.Adapiano, aku juga mencobanya sambil berlaga hebat dengan nada tak beraturan dan senyum-senyum tidak jelas aku mencobanya.

“sama sekali tidak berbakat…” komentar seseorang yang kini duduk di sampingku. Dia lalu memainkan jari-jari tangan kirinya memainkan nada-nada indah. Aku bertepuk tangan.

“wah… kau hebat sekali… aku doakan tanganmu cepat sembuh… pasti bermain gitar pun bisa…” pujiku.

“tentu saja…” sombongnya. Dan kini tergantung sebuah benda di lehernya.

“kau jadi membeli kamera tadi?”

“iya… kualitas gambarnya bagus harganya pun berhasil didiskon untukku karena barang ini tinggal satu!!!”

“wah… kau hebat!!!” pujiku.

Kami menjelajahi berbagai toko hari itu dan mendarat di toko music lagi untuk terakhir kalinya, tepatnya toko CD dan DVD.

“bukannya kau ingin bayaran CD… pilihlah?”

“aku tidak mau!!!” aku menggeleng.

“kenapa?” herannya.

“aku hanya asal bicara saat itu!!! Tapi kalo nanti aku mau aku akan bilang… sekarang aku sedang tidak ingin… lebih baik makan siang saja… perutku lapar!!!” rengekku.

“baiklah…” kami pun meninggalkan toko itu dan mencari makan siang dipelataran mall.



“ayolah Yoona… coba dulu!!!”

“tapi Fany… kau tahu… aku ini tidak suka olah raga keras seperti itu!!!”

“tapi kau kuat mengangkat barang!!!”

“tapi tidak dengan taekwondo!!!”

“mencoba menemukan bakatmu memangnya tidak mau???” seloroh seseorang yang duduk di sebelahku.

“benar juga… aku coba siang ini!!!” aku menyerah.

Aku benci dan menyesal masuk sekolah ini, SM International High School. Sekolah disini selain banyak aturannya, banyak maunya, juga banyak yang aku tidak suka.

Masuk ke sekolah ini aku harus mengikuti ujian bahasa Inggris dengan nilai sempurna jika pada keseharian aku tidak ingin berbahasa itu, kecuali kalau aku mau mengikuti aturan yang setiap hari berbahasa Inggris karena nilai ujiannya tidak sempurna, mulai kelas XI akan mulai dibagi penggolongan kelas, kelas A dengan siswa focus akademis, golongan B dengan siswa focus bakat, dan golongan C dengan siswa yang sama sekali tidak punya bakat ataupun tidak sempurna bidang akademisnya, dan kebanyakan di golongan C ini akan mendapat berbagai tambahan waktu belajar yang ekstra ketat, bahkan dirumahnya pun ia akan terus disiksa dengan tugas-tugas dari sekolah. Dan aku tidak mau masuk kelas golongan itu, menakutkan.

Kurang dari satu semester lagi kami memang akan pindah ke kelas XI dan mulai semester ini aku juga wajib mengikuti klub sekolah, aku memang bisa dibilang pintar dalam bidang akademik tapi aku sama sekali tak mengikuti klub untuk bisa dijadikan cadangan jika nanti aku tak masuk golongan kelas A, dan malangnya lagi… aku tidak tahu harus ikut klub apa. Klub ilmiah tidak mungkin karena bidang akademisku sudah baik, klub menyanyi? Aku sadar suaraku tidak begitu bagus, klub basket atau sepak bola itu tidak mungkin… klub basket adalah klub yang digilai para perempuan yang ingin dilatih para pembasket sekolah yang tampan-tampan jadi pasti sudah penuh, sepak bola? Aku bukan pria dan beruntung sekali Donghae bisa masuk klub ini huft… satu lagi Taekwondo… karena disanaada Tiffany jadi aku akan mencobanya nanti sore sepulang sekolah.

“Donghae… hari ini aku minta maaf ya… aku akan menyalin untuk catatanmu besok saja ya…” kataku yang sudah berbaju seperti Tiffany.

“iya tidak apa-apa… aku juga ingin bermain sebentar dengan teman-temanku di klub sepak bola… aku rasa kalau kau tak berbakat juga di taekwondo… datang saja ke klubku… aku yakin… kau berbakat jadi pembersih lapangan…” tawanya sambil ngacir sebelum aku timpuk.

“aishhh dasar kau… bodohhhhh” teriaku.

Aku pun berkumpul dengan para siswa berpakaian seragam olahraga beladiri ini, aku meniru gerakan-gerakan Siwon dan Tiffany yang memang sudah jago dan diangkat menjadi pelatih anak-anak tingkat dasar ini, padahal mereka baru satu semester belajar di sini tapi sudah jago.

“huh… huh… huh…” nafasku tak beraturan.

“capek???” tanya Tiffany menyodorkan air minum ke arahku diikuti Siwon dibelakangnya.

“apa kau mau terus?” tanya Siwon.

“aku meyerah…” jawabku lesu.

“lalu kau akan ikut klub apa?” lanjut Tiffany diikuti anggukan Siwon meng‘iya’kan.

“aku sendiri tidak tahu…” jawabku putus asa.

“itu Hyoyeon…” tunjuk Donghae pada gadis di depanku. Dia tersenyum padaku, aku bingung membalasnya. “dia sekelas denganku dulu, teman sekelas Siwon juga… dia anak klub dance… dan kau coba saja… siapa tahu kau berbakat…” paparnya.

“kau???” aku tidak tahu mau bicara apa lagi.

“hari ini tidak apa-apa tidak menyalinnya… masih ada hari minggukan…sana… Hyoyeon… aku titip dia…” dan pria ber tangan kanan di gips itu pun berlalu dari hadapanku dan Hyoyeon.

“Donghae bilang kau lincah… pasti kau pandai menari…” Hyoyeon membuka percakapan kami.

Lincah? Apa maksudnya? Maskudnya aku centil atau apa? “lincah… sepertinya dia salah!!!” aku mengikuti Hyoyeon duduk diruangan penuh cermin itu.

“kita coba saja dulu bagaimana? Kau pasti suka menarikan?” tebaknya.

“iya… aku memang suka menari walaupun gerakannya kacau…”

“tidak akan… kalau sekarang kau mau serius berlatih…” aku lalu diajaknya untuk berganti pakaian.

Music mulai diputar, aku mengikuti Hyoyeon menggerakan badannya yang bak karet yang elastic itu.

Dan sejak saat itu aku memutuskan bergabung dengan klub ini.



“wahhhh Donghae tanganmu sudah sembuh???” kagetku begitu pagi ini dia datang dengan tangan yang direntangkannya lebar di pintu kelas.

“benar… kau tidak perlu lagi menulis untukku…” dia tersenyum berjalan ke arah meja kami.

“berarti tidak ada lagi cokelat… ice cream… dan… novel? Huh… menyebalkan!!!” aku menggembungkan pipiku.

“jadi kau mau menulis untukku selamanya?” godanya.

“tidak begitu juga!!!” ketusku.

“tenang saja… selama menjadi temanku… aku akan memberikannya…” dia mengelus kepalaku seperti hari pertama kami bertemu, ia lalu keluar dari kelas.



“bagaimana ini???” rengekku pada Tiffany dan Donghae saat dikantin sekolah siang itu.

“tenang… akan aku bantu…” Donghae menenangkanku.

“tapi kau tahukanmenari sambil bernyanyi itu susah…” gerutuku.

“makanya tenang… aku akan mencarikan jalan keluarnya!!!”

“sudah Yoona… Donghae akan membantumu… jadi tenang…” Tiffany menepuk pundakku.

Siangnya saat kami pulang sekolah aku mengikuti Donghae. Dia membawaku ke ruangan klub menyanyi kelas XI.

“Jessica…”

“ya… kau…” gadis berseragam sama denganku itu meninju lengan Donghae, kenapa harus seperti itu? “siapa dia? Teman sebangkumu itu?” dia tersenyum padaku, dan aku membalasnya.

“dia akan ikut kompetisi dance bulan depan menjelang kenaikan kelas… kau ajari dia menyanyi… karena dia harus menari sambil bernyanyi nanti…” terang Donghae.

“benarkah??? Hebat sekali!!! Baiklah… aku akan membantunya… besok kau sudah bisa belajar bernyanyi bersamaku… “ ramahnya.

“baiklah aku akan pulang dulu!!! Yoona kau sudah tahu diakan… jadi besok jangan lupa temui dia!!!” Donghae memperingatkanku yang bersembunyi dibalik punggungnya.

“iya…” jawabku.

Kami lalu berjalan bersebelahan.

“kalau kau menang aku akan memberi hadiah untukmu!!!”

“benarkah???? Aku janji akan menang… aku akan giat berlatih!!!”

“awas kalau kau kalah… aku tidak akan membelikanmu coklat lagi…”

“kalau aku menang kau akan memberi hadiah untukku dan aku akan memberi hadiah juga!!!”

“aku akan menunggunya…!!!” dia melirikku dengan lirikan yang sulit kuartikan.



“Yoona… suaramu semakin hari semakin bagus… jangan suka merendah dengan bilang suaramu jelek lagi ok!!!” Jessica memarahiku.

“baik Sicca Unnie… kau hebat sekali… suaramu juga sangat indah… pantas saja kau lebih memilih focus ke bakat dari pada akademis…”

“iya… aku harap aku bisa mendapatkan beasiswa untuk kuliah nanti di jurusan music di San Fransisco…”

“jauh sekali!!! Apa kau akan meninggalkanKorea… kalau aku tidak yakin bisa meninggalkan Negara ini…”

“apa kau yakin?”

“tentu saja… apa lagi jika di Negara ini ada yang aku cintai aku tak akan mungkin meninggalkannya!!!”



“SMTown… SMTown… SMTown…” suara di stadion begitu menggema, hari ini pertandingan sepak bola sekolah kami danJYPArtSchool. Hari ini Lee Donghae sedang berlaga, teman sebangkuku, hanya itu kah? Mungkin iya… karena sampai saat ini hanya seperti itu, padahal aku sedikit berharap lebih.

“Yoona… kau menyukainya?” tanya Tiffany.

“…” aku mengangguk.

“aku tahu… terlihat dari matamu!!!”

“benarkah?” aku malu.

“iya… dan aku harap kau segera menyatakan cintamu…”

“tidak mau!!! Kalau dia mencintaiku juga itu tidak masalah… tapi aku tidak mau!!! Aku ini perempuan!!!”

Ya… aku perempuan dan aku tidak mau menghancurkan harga diriku hanya demi seorang pria yang belum tentu juga mencintaiku.

Dan Gol…. Lee Donghae mencetak gol untuk kedua kalinya… ia berlari kegirangan lalu mendekati ke jajaran tempat duduk penonoton tepatnya ke arahku ia mengambil botol air dari tangan ku lalu meminumnya dan mengguyurkannya ke kepala sekaligus wajahnya yang sudah banjir keringat.

Dan aku begitu terpesona melihatnya. Begitu juga saat pertandingan berakhir dengan kemenangan di tangan kami, dia memintaku mengambilkan handuk dari dalam tasnya.

“aku traktir bagaimana???”

“untuk kemenanganmu?” tanyaku yang memang disuruhnya menungguinya untuk mandi dulu di ruangan ganti klub.

“tentu saja… ayo!!!” dia menarik tanganku, dan aku menurutinya. Kami makan ice cream favorit kami, di pelataran mall yang sering kami datangi.

“selamat… kau selalu menang disetiap pertandinganmu!!! Dan apa yang akan terjadi dengan pertandinganku minggu depan???” aku memasang wajah sedihku.

“semangat!!!” dia mengepalkan tangannya. Dan terdengar suara jepretan kamera tiba-tiba, dia memotretku.

“ya… jangan ambil fotoku saat seperti ini!!!”

“kenapa?”

“aku sedang jelek!!!”

“bukannya setiap hari seperti itu?”

“igh!!! Menyebalkan!!!”



Hari yang ditunggu tiba, aku akan mengikuti lomba hari ini. Aku sangat tegang, Tiffany dan Hyoyeon serta Jessica menenangkanku.

“Hyo… seharusnya kau saja yang mengikuti lomba ini bukan aku!!!”

“jangan begitu!!! Aku sudah pernah semester lalu!!!”

“dan kau menang!!! Bagaimana kalau gara-gara aku jadi kalah!!!”

“tidak akan…”

Namaku di sebut… aku naik ke atas panggung, sebentar aku melihat ke sekeliling penonton, mana Donghae… sebelum melihatnya aku sudah harus menari dan bernyanyi. Rasanya menari mengikuti lagu berdurasi kurang darilimamenit ini seperti sejam.

Begitu selesai riuh tepuk tangan menggema aku tersenyum dengan mata hampir menangis, aku mencari sosok itu tapi tak ada. Tapi saat aku mendongak ternyata ada seorang disanamelambaikan tangannya padaku, Donghae berada di lantai atas, tribun aula. Dia memberi tepukan tangannya untukku.

Seminggu setelah itu pemenang diumumkan dan aku mendapat juara pertama.

“untuk pemenang!!!” dia menyerahkan coklat berukuran besar untukku.

“aku juga sudah janji akan memberikan hadiah untukmu… ini”

“apa ini?”

“itu sama seperti yang kau berikan padaku… coklat… tapi aku membuatnya sendiri!!!”

“benarkah?”
“benar!!!” aku mengangguk meyakinkan kalo itu benar.



“Yoona… apa kau tahu Donghae dimana?” Jessica Unnie menghampiriku.

“aku rasa ke lapangan…”

“baiklah aku akan menyusulnya… terimakasih…”

Hari ini hari terakhir sebelum minggu depan libur dan minggu depan ujian akhir kelas X… kami akan naik ke kelas XI dan masuk penggolongan. Apa aku akan sekelas dengan Donghae?

“kita sekelas Yoona…” Donghae merangkulku.

“benar… kau akan sebangku lagi denganku?” tanyaku.

“kalau kau mau…”

“tapi… ya Fanny kenapa kau harus memilih B?”

“maaf… aku rasa menjadi atlet taekwondo itu menyenangkan…”

“karena ada Siwonkan???” goda Donghae.

“…” Fany mengangguk.

Benar saja aku dan Donghae sebangku lagi, pertama kali masuk kelas ini tidak banyak yang ku kenal, karena dari kelasku hanya aku dan Donghae yang masuk golongan A-1, selebihnya disebar ke A-2 sampai A-6.

Tapi kali ini aku mempunyai teman baru bernama Kyuhyun yang sangat jenius di bidang matematika. Dia sangat jahil dan menyenangkan, dia selalu menjahiliku dan sering membuatku marah tapi juga senang, dia duduk di meja sebelahku dan donghae.

14 Februari… Valentines Day

Adabunga matahari tergeletak di mejaku berikut secarik kertas. “temui aku besok di atap sekolah… aku akan menunggumu saat jam istirahat…” dari siapa ini? Aku melihat tempat tas Donghae dibawah meja, sudah ada, apakah dia? Mungkin saja.

“Yoona…” teriakan yang aku kenal. Kyuhyun. Aku buru-buru memasukan bunga matahari itu ke kolong mejaku agar tidak rusak.

“ada apa?”

“happy valentines day…” dia memberikanku sekotak coklat.

“terimakasih!!! Kenapa tidak kau berikan pada kekasihmu saja?”

“menganggap kau kekasihku apakah tidak boleh?”

“bukan begitu… hanya tidak enak!!!”



Malamnya aku tidak bisa tidur… aku terus tersenyum mengamati bunga matahari dan kertas yang ada bersama bunga ini. Perlahan aku meraih gagang telepon rumahku.

“hallo…” sapa seorang pria disana dan itu Donghae.

“dengan Soccer shop?” aku sengaja menelepon ke toko perlengkapan sepak bola milik keluarga Donghae.

“benar ada yang bisa kami bantu???” tanyanya. Dan tanpa disuruh aku segera menutup telepon. Aku langsung berjingkrak kegirangan setelah mendengar suaranya. Peduli dengan apa yang dipikirkan donghae dengan pelanggannya yang tadi menelepon. Hahaha… aku senang malam ini, besok aku akan menemuimu.

Aku mencari-cari Donghae, di kelas dia seperti biasa diam tapi aku tahu dia akan menemuiku saat ini. Tampak disanaseseorang sedang mebidik dengan kameranya.

“Donghae…” aku menepuk pundaknya, dia menengok tersenyum.

“kau…”

“ya… ini aku… kemarin…” belum selesai aku bicara, sebuah suara mengagetkanku.

“Yoona… akhirnya kau datang menemuiku…” dia merangkulku begitu saja, aku melihat tangannya melingkar dipundakku, dan beralih menatap Donghae.

“aku duluan turun…” katanya tersenyum. Kenapa senyum itu terasa menyakitkan sekarang.

“Kyu…”

“Yoona… saranghae…” duarrr…. Rasanya petir di siang hari datang menyambarku, apa yang dia katakan.

“Kau…”

“maaf… tapi benar… aku menyukaimu…”

“aku…” aku benar-benar bingung.

“tidak apa tidak kau jawab sekarang… aku akan menunggu…”

Semenjak kejadian itu, Donghae masih Donghae yang dulu, teman sebangkuku yang dulu. Dan kini aku sedang bersamanya di lapangan bola.

“kau tahu… Kyuhyun menyatakan cintanya padaku…” pandanganku lurus kedepan begitu juga dia yang kelelahan sehabis latihan.

“benarkah… lalu?”

“aku tidak menyukainya…”

“jadi???”

“tapi menunggu seseorang yang kucintai pun tidak jelas… apa aku harus menerimanya saja?” tatapan kami masih ke depan tak jelas.

“ikuti saja kata hatimu…”



Aku tidak pernah bilang menerima cintanya ataupun menolaknya, tapi dia selalu memperlakukanku bak seorang yang istimewa. Dia akan mengantar jemputku, menemaniku latihan menari ataupun bernyanyi, walaupun terkadang Donghae ikut tapi aku tak nyaman bersama Kyuhyun.

“apa kau pernah mendengar cerita ada dua orang pria… yang satu pemberani dan yang satu pengecut… si pengecut sangat mencintai wanita itu, tapi si pemberani lebih dulu telah mengambil hati sang wanita… tapi si pengecut yakin wanita itu hanya mencintai si pengecut…” papar Donghae sambil memainkan kameranya. Saat itu kami sedang bermain di pinggiran lapangan bola, hanya berdua karena Kyuhyun sedang membeli minuman.

“apakah benar ada cerita seperti itu? Kenapa wanita itu memilih pria pemberani itu… sepertinya jawabannya hanya ada pada si pengecut…” apakah jawabanku menyindir.

“sepertinya begitu…”

“kalau kau jadi sipengecut… apa kau akan menyelamatkan wanita itu dari ketidaknyamanannya bersama si pemberani???” aku memberanikan diri menatapnya.

“Yoona… ayo pergi…” Kyuhyun berteriak memecah suasana hening kami. Aku menundukan kepalaku lalu berlari ke arah Kyuhyun.

Hari ini pertandingan bola lagi… kami meneriakan nama top scorer kami… Lee Donghae. Dan tentu saja dia menang, membobol dua kali golCUBEInternationalHigh School. Dia melihat ke arahku dan memamerkan senyumnya, senyum kemenangan seperti dulu saat ia meminta air dari botol minumku, saat memintaku mengambilkannya handuk. Senyum mempesona itu yang kini hanya ada dibalik kisah si pengecut.

Kami merayakan kemenangan sekolah kami dengan acara makan-makan di tepi pantai, kami membuat api unggun, bernyanyi dan menari, malam itu yang datang, ada Siwon dan Tiffany, Hyoyeon dan pacarnya Eunhyuk, Jessica, Sunny, Ryeowook, Kibum, Sooyoung, Sungmin, Heechul, dll.

Kami menyanyi dan menari mengelilingi api unggun. Tiba-tiba aku mendapat sesuatu menyentuh pipiku, Kyuhyun menciumnya. Aku langsung memegangi pipiku, sementara Kyuhyun menari kembali, hatiku sakit. Aku ingin menangis, aku melihat kesebelahku yang tidak lain Donghae, dia sedang memainkan gitarnya memainkan lagu romantic yang terdengar sedih setelah lagu keras itu berhenti diputar. Benar saja setelah tangannya sembuh aku berhasil mendengar dan melihatnya bermain gitar, memainkan lagu sedih seperti menertawakanku.

Aku benar-benar tidak nyaman dengan keadaan ini, atas saran Tiffany aku akhirnya memberibketegasan pada Kyuhyun.

“Kyu… maafkan aku… kau tahu aku tidak pernah mengiyakan untuk menerimamu… tapi kenapa kau memperlakukan aku layaknya kekasihmu… tidak bisakah kau sudahi semua ini… jadilah sahabatku saja… itu akan lebih membuatku nyaman…”

“jadi selama ini kau tidak nyaman?” aku melihat gurat sedih dimatanya. Aku menggeleng dan menitikan air mata. Ia menyekanya. “maafkan aku kalau selama ini membuatmu tersiksa… aku tak akan melakukan semua ini lagi… aku akan menjadi sahabat baikmu saja kalau begitu!!!” dia meyakinkanku dan memelukku. “pelukan seorang sahabat… bisiknya…”

14 Mei… Roses Day.

Hari ini tanpa memandang punya kekasih atau tidak disekolah kami merayakannya dengan saling memberi bunga satu sama lain. Hari ini pun dibebaskan untuk tidak belajar.

Pagi itu berpuluh-puluh mawar sudah aku kantongi untuk aku berikan kepada teman-temanku. Aku membagikannya setiap aku bertemu dengan yang ku kenal. Kami pun saling memberi ucapan di seragam kami. Seragamku sudah penuh tapi sengaja ku kosongkan satu di bahuku, untuk Donghae, aku belum menemuinya.

“apa kau melihat Donghae?” tanyaku pada Eunhyuk.

“dia ke arena kolam renang…”

Dengan girang aku segera mengambil mawar putih dari dalam kantong mawarku, satu tangkai mawar putih yang aku bedakan, aku memberikan mawar merah untuk yang lain dan yang putih untuk Donghae. Hari ini aku tidak peduli harga diriku, aku ingin menyatakan cintaku padanya.

Benar dia ada disana, ia melihatku berjalan ke arahnya, ia memotreku saat aku mendekat ke arahnya.

“Yoong…”

“Donghae… happy Roses day…” aku menyerahkan setangkai mawar putih yang kubawa tadi, “dan ini…” aku menyusul memberikan handuk biru berukuran kecil yang dulu dipakainya menyeka keringat.

“ini…???”

“sebenarnya sudah sejak lama aku ingin mengatakan ini… tapi aku selalu berpikir harga diriku lebih penting dari pada perasaanku… aku sudah lama menyukaimu Donghae… sejak kelas X, sejak masih menulis catatan untukmu, sejak kau selalu mengelus kepalaku, sejak kau selalu memberikan jalan keluar dan selalu menenangkanku…” aku menunduk mencoba jujur dengan air mata tumpah.

“Yoona…”

“maafkan aku…” aku menengadah tapi sebelumnya aku sempat melihat tulisan yang tertera di seragam putih Donghae tepatnya di sakunya, dadanya. “I’ve locked it (Jessica)”.

“Yoong…”

“Jessica Unnie…” air mataku bercampur senyuman miris. “selamat…” aku hendak berbalik dan entah kenapa aku malah terpleset dan jatuh ke kolam renang, sangat memalukan.

“Yoong…” dia mencoba membantuku dengan mengulurkan tangannya tapi aku tak menggapainya, ini sungguh memalukan. Aku segera naik ke atas dan keluar dari arena kolam, begitu keluar Jessica datang, sepertinya akan menemui Donghae.

“Yoong kau kenapa?” aku tidak ingin melihatnya, tapi aku ragu, aku kembali dan menatapnya nanar, setelah itu aku memeluknya… “selamat Unnie…” aku lalu berlalu dari hadapannya.

Sejak kejadian memalukan itu, aku memutuskan sebangku dengan Kyuhyun pindah kejajaran depan, aku mencoba bersikap biasa pada Donghae walau pada akhirnya pasti akan ada keketusan di akhir, Donghae juga berubah jadi orang berbeda, lebih dingin. Aku dan Kyuhyun juga masih bersahabat tak lebih dari itu, hanya saja mendengar ceritaku ia juga jadi ikut-ikutan bersikap acuh pada Donghae dan lebih memanjakanku.

Dan dengan buku ditanganku ini, aku tahu betapa dia sangat mencintai Jessica Unnie yang sekarang memilih menetap di San Fransisco demi kuliah musiknya.

Aku sampai di lembar terakhir, ada sebuah lirik dengan judul Y… liriknya begitu menyentuh, apa dia putus dengan Sica Unnie dan ingin kembali padanya? Kenapa nasib Donghae juga malah jadi seperti ini? Bukankah dia harusnya bahagia.

Aku menuju dapur, membuka Freezer, disana banyak coklat yang menumpuk, coklat yang hampir dua tahun kusimpan, aku pun membuka bagian bawah pendingin ini, disanaada bunga matahari yang sudah mencoklat. Aku menangis.

Donghae POV

Buku lirik laguku hilang, lirik-lirik lagu itu padahal akan aku pakai untuk bernyanyi saat perpisahan dengan teman-teman nanti. Bahkan aku belum menghapalnya. lagu-lagu yang kutulis untuk Yoona. Pulang sekolah aku membuka freezer, disana ada satu kotak coklat yang tak pernah aku makan, coklat yang usianya hampir dua tahun.

“pasti memandangi coklat lagi…” ibu menggelengkan kepala melihat kebiasaanku yang selalu memandangi coklat itu. Aku beranjak ke kamar. Aku mengambil satu buku besar yang ada di atas meja belajarku di atasnya ada sebuahsuratyang begitu memilukan hati karena aku akan memilihsuratitu.

Ini adalah kumpulan foto dari pertama aku mengenal Yoona sampai sekarang seperti orang asing. Yoona yang sedang memainkan gitar, piano, sedang makan ice cream, sedang latihan taekwondo, menari, bernyanyi, menemaniku bermain bola, lomba menari, mencatat semua omonganku, mengomel, ada juga foto bunga matahari yang aku tanam sampai berbunga, foto saat dia berlalu bersama Kyuhyun, padahal saat itu aku ingin mengatakan aku menyukainya. Dan semuanya aku berikan cerita. Aku memasukan buku itu ke tas, aku ingin mengakhiri semuanya aku ingin dia tahu sebelum aku gagal menyanyikan lirik-lirik yang telah hilang itu.

Yoona POV

“benarkah???” aku tak percaya dengan yang Kyuhyun katakan.

“lalu kalian akan kuliah bersama di Inggris?”

“benar…”

“aku doakan kalian bahagia… walaupun aku sedih…”

“jangan begitu!!! Tidak mau kah kau memeluk sahabatmu untuk yang terakhir kali sebagai status jomblonya?” dia merentangkan tangannya.

Hari ini Kyuhyun bercerita kalau Seohyun teman satu klub matematikanya menerima cintanya, mereka telah mendapatkan beasiswa untuk kuliah di Inggris. Sangat menyenangkan mendengarnya.

“aku pergi dulu ya…” Kyuhyun melepaskan pelukannya, dan meninggalkanku sendirian di taman.

“tidak baik berpelukan dengan orang yang sudah mempunyai kekasih… aku barusan mendengar di kelas A-3 Seohyun sedang digoda teman-temannya tentang Kyuhyun… apa jadinya kalau ada yang melihat tadi bukankah itu akan menyebabkan salah paham?” cerocos suara yang kukenali itu.

“dia sahabatku!!!” belaku dengan nada seketus mungkin.

“Yoong… maafkan aku… selama ini aku bersalah padamu!!!”

“lupakan… aku tidak ingin mengingat hal paling memalukan itu!!!” aku beranjak pergi sebelum terungkit kembali, tapi tangannya mencegahku.

“lihat ini… dan kau akan mengerti!!!” dia menaruh sesuatu yang tebal di genggamanku. Aku tidak menerimanya dan berlalu dari hadapannya.



Hari ini Yesung berpidato di depan kelas mengumumkan sesuatu di saat guru kami tidak bisa hadir.

“teman-teman ini adalah berita sedih sekaligus membahagiakan… teman kita Lee Donghae akan menerima beasiswa dariBarcelonauntuk sepak bolanya… ia pun akan mengikuti ujian akhir disana… dan tentu saja berkuliah disana… dia akan pergi besok…”

Apa??? Berita apa ini, aku segera menengok ke belakang, disanaDonghae tampak sedang bersalaman dengan anak-anak yang lain.

“Donghae… ayo berikan kata-kata perpisahan untuk kami…” pinta Yesung, ia pun berjalan ke depan kelas tanpa menoleh ke arahku sedikitpun.

“teman-teman yang dikatakan Yesung benar… aku akan pindah mulai besok ke SM di Barcelona, aku akan mengikuti ujian akhir dan ujian universitas disana, sekaligus mengambil beasiswa sekolah sepak bolaku…”

Apa ini kenyataan? Lee Donghae akan pergi? Kenapa air mataku tidak keluar?

Dia lalu menyalami kami satu per satu termasuk aku.

“selamat…” ucapku datar.

“terimakasih… kejarlah mimpimu juga…”

“akan aku lakukan…” ujarku pelan melepaskan genggaman tangannya.



Malam itu aku kembali menatap bunga matahari yang sudah hitam itu. Aku melihat lagi tulisan di kertas kecil yang memintaku datang ke atap sekolah. Aku kembali menekan nomor-nomor telepon.

“hallo… soccer shop ada yang bisa kami bantu?” sapa seorang permpuan disana, pasti ibunya.

“apa Lee Donghae bisa membantuku?” tanyaku ngaco.

“baiklah… tunggu sebentar…” terdengar ibu itu berteriak memanggil anaknya.

“ya… ada yang bisa ku bantu?” tanyanya. Bukannya menjawab aku malah menangis. “maaf ada yang bisa kubantu???” tanyanya sekali lagi. Tangisanku semakin menjadi-jadi. “Yoong???” tebaknya. Dan aku segera menutup gagang telepon.

Pagi ini Donghae akan pergi, dan aku tidak bisa melihatnya lagi setelah ini. Aku memilih untuk tidak masuk sekolah.

“Yoong…” teriak ibu dari bawah.

“ada apa???” aku menjawab dengan malas terlebih mataku yang bengakak sulit dibuka.

“ada sebuah bingkisan untukmu, ibu rasa ada yang menaruhnya dengan sengaja…”

Mendengar ibu berteriak seperti itu aku segera berlari dan menemukan bingkisan yang ibu maksud, Buku.

Buku apa ini? Aku membukanya, kenapa isinya semua fotoku? Dan cerita-cerita ini?

Halaman pertama ada sebuah fotocopyan, aku kenal itu catatan bertulisan tanganku.

Tepat di bawah fotoku yang sedang berlatih menari.

Yoong kau tahu, saat kau bilang kau menyukai ideku karena mengenalkanmu pada Hyo aku senang sekali… aku begitu bersemangat melihat kau menari dan tidak mengeluh lagi…

Yoongku yang seperti boneka kalau sedang menari berubah menjadi rusa…^^

Adafoto dimana aku bersama Kyuhyun, aku ingat itu saat di atap sekolah.

Kau pasti berpikir aku pengirim bunga itukan? Benar itu aku, tapi aku tidak tahu kalau Kyuhyun mengikutimu hari itu. Aku berharap kau jangan menerima cintanya, cinta yang seharusnya waktu itu aku yang mengungkapkannya.

Dan ada foto saat aku akan menyatakan cinta padanya

Yoong aku bahagia mendengar pernyataan cintamu itu, tapi kenapa semua jadi seperti ini, aku dan Jessica tak pernah berpacaran kalau karena tulisan dibaju itu kau salah, dia menulis itu karena dia tahu aku telah mengunci hatiku hanya untukmu… tapi kenapa sekarang kau jadi berbeda

Dihalaman-halaman berikutnya semua berisi foto-fotoku yang sudah kelas tiga, ada aku yang bermain dengan Kyuhyun, aku sedang dihukum di depan kelas, aku sedang bertengkar dengan Kyuhyun, aku sedang menyapu lantai, dan banyak lagi. Dan setiap tulisan dibawah fotoku dan Kyuhyun dia akan menuliskan kata cemburu.

Apa ini artinya? Kapan dia menaruh buku ini? Tadi malam kah?

Author POV

8 tahun kemudian

“selamat… kau berhasil masuk tim kami…” pelatih bola itu menepuk-nepuk pundak seorang pria berpengawakan tegap itu.

“terima kasih…”

“izin pulangmu keKoreasudah kami urus… kau boleh berlibur sampai musim pertandingan dimulai…”

Dan kini pria tadi sudah menginjakan kakinyadi Korea,iatelah melepas statusnya sebagai pemain bola dengan mengganti seragamnya menjadi jeans, t-shirt, dan kemeja, serta tak ketinggalan topinya. Ia memasuki sebuah gedung kesenian.

“Lee Donghae…” teriak seorang wanita dari balik pianonya.

“Jessica…”

“tetap kau tidak mau memanggilku noona huh??? Aish… gagahnya pemain sepak bola ini?” perempuan bernama Jessica itu meninju lengan Donghae.

“kau juga semakin anggun saja dengan busanamu…”

“kau meledekku huh???”

“haha… ampun… ayo kita makan siang!!! Aku tadi di pesawat hanya makan sedikit!!!” ia merangkul bahu gadis itu.



Hari itu di sebuah studio, sedang diadakan siaran langsung.

“apa anda begitu sibuk sampai saat ini nona Yoona?”

“begitulah… kesibukan yang membawa berjuta-juta kebahagiaan…”

“bisa dijelaskan pada kami sejak awal karir anda?”

“aku adalah seorang siswa yang mungkin bisa dikatakan rajin, tapi sebenarnya tidak begitu… aku adalah orang yang paling bimbang dengan bakatku sendiri… sampai akhirnya aku mencoba ini itu… aku tertarik pada masalah pangan dunia… aku mengambil beasiswa dari food and science… dan akhirnya aku mendapat kesempatan menjadi perwakilan PBB untuk FAO dan sekarang pindah ke perwakilan untuk UNICEF…”

“kenapa bisa pindah?”

“aku sangat peduli pada anak-anak… aku sangat menyayangi mereka…”

“kenapa tidak mempunyai anak sendiri?” goda sang MC.

“bagamaimana mungkin… aku belum menikah…” Yoona tersenyum diikuti tawa penonton.

“memangnya kau tidak ingin segera menikah?”

“aku masih menunggu orang yang tepat…”

“cinta pertamamu kah?”

“…” Yoona mengangguk lesu. “aku ingin tahu dulu dia sudah menikah atau belum… setelah itu aku bisa memutuskan akan menikah dengan siapa nantinya…” Yoona mencoba becanda.

“tapi di samping itu, anda juga seorang penari yang hebat!!!”

“ahh… tidak begitu… aku penari yang rusuh!!!” Yoona menunduk malu.

“baiklah pemirsa… kita berikan tepuk tangan untuk wanita hebat dari Negara kita ini… seorang penari yang berwawasan dan berdidikasi tinggi… nona Im Yoona…”

Semua penontonpun bertepuk tangan.

“sekarang kita akan menikmati alunan indah suara dan permainan piano dari Jessica Jung…”

Dan dibalik piano itu Jessica memainkan jari-jarinya serta mengalunkan lembut suaranya. Yoona sedikit kaget, “Sica Unnie…” lirihnya melihat pada gadis di balik piano itu.

Lagu mengalun membawa suasan hati setiap orang tak terkecuali Yoona, ia mengingat sesuatu yang ingin dilupakannya, tapi sekarang bayangan itu semuanya datang, air mata tidak bisa ditahan lagi. Begitupun ketika lagu selesai dimainkan. Hanya ada empatlimaorang yang tahu suasana hati Yoona saat ini, empat orang di bangku penonton Tiffany, Siwon, Kyuhyun, dan Seohyun. Dan satu lagi adalah Jessica.

“sebelumnya aku berterimakasih telah mengizinkanku mengisi music di acara ini, tapi aku ada satu kejutan untuk Yoona…” ujar Jessica melalui microphone-nya begitu selesai bernanyi.

“apa kalian saling mengenal?” tanya si MC. Keduanya lalu mengangguk dan saling melempar senyum. Tapi senyum di wajah Yoona hilang lagi begitu seseorang dari belakang datang dan memberi senyumannya.

“kau… Donghae?” Yoona menunjuk pria itu.

“iya… ini aku…” Donghae tersenyum sambil memberikan setangkai bunga matahari, ia juga mengangkat kamera yang terkalung dilehernya seraya memotret Yoona.

Yoona lalu melirik Jessica dan Sica membalas dengan senyumannya.

“ada yang ingin anda katakan?” tanya MC yang mulai penasaran.

“apa kau sudah melihat buku yang kusimpan di lantai rumahmu saat dulu aku berangkat?” Donghae menatap Yoona lekat, semua penonton kini focus ke arah Yoona begitu juga cameramen acara yang disiarkan langsung ini. Yoona mengangguk dengan mata yang sudah berkaca-kaca. “jadi?” tanya Donghae lagi. Yoona mengambil tas yang terletak di kursi tempat tadi ia duduk, ia mengeluarkan sebuah buku tebal yang dulu Donghae taruh di lantai rumahnya.

“ini…” Yoona mengangkat buku itu. “ada satu lagi…” Yoona meraih satu lagi buku bersampul cokelat yang dulu ia temukan di kelas. “semua ini lirik lagu untuk gadismukan?”

“iya… untuk gadisku…” Donghae mendekat dan mengelus kepala Yoona. “terimakasih sudah mau menyimpankannya untukku…” Donghae meraih buku itu dari tangan Yoona.

“apa ada hal yang ingin Yoona sampaikan untuk Donghae?” tanya MC, Yoona mengangguk tanpa menoleh sedikitpun, matanya tetap menatap Donghae.

“apa kau sudah menikah???”

“hah?” Donghae terbengong dengan pertanyaan gadis itu. Sesaat Donghae terdiam tak bicara, ia malah semakin menatap Yoona lekat. Begitu lama. Tiba-tiba Donghae tersenyum.

“belum…” Donghae menggeleng. “orang yang ingin kunikahi terlalu sibuk dengan dunia PBBnya… bahkan dia tak pernah mencariku…” Donghae tersenyum.

“siapa?” tanya Yoona pura-pura tak mengerti.

“Yoona…” Donghae menoyor dahi Yoona dengan telunjuknya, air matanyapun keluar.

“siapa Y dilirik lagu itu?” Yoona kembali memberanikan diri menatap mata di depannya.

“Yoona… kau orangnya… orang yang membuatku ingin segera kembali keKorea…” tanpa berpikir Yoona segera menghaburkan dirinya kepelukan pria itu.

Studio pun riuh dengan tepuk tangan penonton, dan beberapa isak tangisan haru.

The End


2 komentar: